Software Anti Virus

Friday, May 14, 2010

ANALISIS PENGARUH BID-ASK SPREAD

SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH BID-ASK SPREAD, MARKET VALUE, RISK OF RETURN SAHAM DAN VOLATILITAS HARGA TERHADAP HOLDING PERIOD SAHAM-SAHAM LQ 45 TAHUN 2005-2007

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pasar modal merupakan salah satu alternatif bagi perusahaan untuk menghimpun dana dari investor. Investor dapat melakukan investasi dengan memilih berbagai jenis investasi. Pada dasarnya investasi dibagi menjadi dua, yaitu investasi pada aset keuangan (financial asset) dan aset fisik (real asset). Aset keuangan adalah selembar kertas sebagai bukti klaim terhadap penerbit aset keuangan tersebut, sedangkan aset fisik adalah aset yang nyata secara fisik seperti emas, tanah dan bangunan. Adapun salah satu aset keuangan yang menjadi primadona bagi investor adalah saham biasa. Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa (Anoraga dan Pakarti, 2001).

Lamanya seorang investor untuk menahan dananya pada suatu saham perusahaan tertentu, merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti. Seorang investor diberi kekuasaan untuk memilih saham perusahaan yang go public, selain itu mereka juga diberi kebebasan untuk menahan lamanya financial asset tersebut. Hal itu dilakukan oleh investor untuk mengurangi risiko sekecil-kecilnya demi mendapatkan profit yang maksimal.

Bila seorang investor memprediksikan bahwa saham perusahaan yang dibelinya tersebut menguntungkan, maka para investor akan cenderung untuk menahan sahamnya dalam jangka waktu yang lebih lama, dengan harapan bahwa harga jual saham tersebut akan lebih tinggi di masa yang akan datang. Sebaliknya, mereka akan segera melepas saham yang telah dibelinya, jika diprediksikan bahwa harga saham tersebut akan mengalami penurunan. Hal ini dilakukan oleh para investor untuk meminimalkan resiko yang akan mereka hadapi.

Frekuensi perdagangan yang semacam ini, biasanya dapat dipengaruhi dari informasi ekstern maupun intern perusahaan. Seperti informasi mengenai laporan keuangan perusahaan, yang dapat mencerminkan laba perusahaan tahun berjalan. Selain itu, opini dari public juga dapat mempengaruhi lamanya seorang investor menahan sejumlah dananya dalam suatu perusahaan tertentu.

Literatur keuangan menjelaskan bahwa investor perlu mempertimbangkan transaction cost dalam periode investasi (holding period). Transaction cost akan mempengaruhi keputusan holding period investor dalam menahan saham untuk jangka waktu tertentu. Pada umumnya, investor dengan periode waktu yang panjang akan memegang saham yang memiliki bid-ask spread tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa bid-ask spread merupakan bagian dari transaction cost yang mempegaruhi keputusan investor untuk menahan lebih lama saham-saham dengan transaction cost lebih tinggi.

Pada saat memegang saham untuk periode waktu tertentu, investor akan menyesuaikan biaya transaksi dengan jumlah (lot) pemesanan saham yang diinginkan. Secara teoritis apabila jumlah order pemesanan saham meningkat maka biaya transaksi akan meningkat. Rasionalitas seorang investor melakukan pemesanan saham tergantung pada jangka waktu investasi dan sifat dasar investor.

Jangka waktu dalam investasi sendiri ada dua macam, yakni jangka waktu panjang dan jangka waktu pendek. Sedangkan sifat dasar dari investor itu sendiri juga ada dua macam yakni investor yang risk-seeker dan risk-averter. Investor risk-averter cenderung berhati-hati dalam membeli saham. Biasanya tipe investor ini akan melakukan pemesanan order dalam jumlah besar dan berjangka waktu panjang (long term horizon). Hal yang kontras akan berlaku untuk tipe investor yang risk-seeker karena mereka lebih berani mengambil resiko.
Penelitian-penelitian tentang perilaku pasar saham beserta pelakunya telah banyak dilakukan dengan tujuan dan kepentingannya masing-masing. Salah satu studi yang telah banyak dilakukan berkaitan dengan perilaku pelaku pasar adalah studi tentang bid-ask spread harga saham khususnya yang berkaitan dengan faktor penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Pada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan, Demsetz (1968) dan Treynor (1971) dalam Lenny dan Indriantoro (1999) telah menguji pentingnya biaya transaksi terutama bid-ask spread terhadap keputusan investasi dengan menghubungkan antara spread dengan transaction cost yang memprediksikan bahwa asset yang memiliki spread yang lebih besar menghasilkan expected return yang lebih tinggi pula dan bahwa terjadi efek clintele dimana investor dengan holding period yang lebih lama memilih aset yang memiliki spread besar. Hasil dari penelitian tersebut adalah expected return meningkat seiring dengan holding period dan konsekuensinya aset yang memiliki spread besar menghasilkan net return yang lebih besar kepada pemegangnya. Akibatnya investor mengharapkan holding period yang panjang dapat menahan aset yang memilki spread besar.

Setelahnya juga telah dilakukan berbagai studi yang berhubungan dengan faktor penentu bid-ask spread oleh Tinic (1972), Benston dan Hagerman (1974) dan Stoll (1978) dalam Lenny dan Indriantoro (1999). Selain itu Branch dan Freed (1977), Hamilton (1976) dan Marsh dan Rock (1986) dalam Lenny dan Indriantoro (1999) juga menulis artikel tentang besarnya bid-ask spread di berbagai pasar. Selanjutnya Stoll dan Whaley (1983), Keim (1989) dan Atkins dan Dyl (1990) dalam Lenny dan Indriantoro (1999) meneliti peran bid-ask spread dalam penjelasan terhadap anomali pasar modal. Dari keseluruhan penelitian di atas sampailah pada kesimpulan sementara bahwa bid-ask spread yang menyebabkan clientele effect, yang berarti bahwa bid-ask spread mempengaruhi frekuensi perdagangan dan menyebabkan investor mengharapkan untuk menahan lebih panjang (pendek) aset yang memiliki biaya transaksi yang lebih tinggi (rendah). 

Studi yang pernah dilakukan Atkins dan Dyl (1997) dalam Subali dan Zuhroh (2002) menginvestasi tentang pengaruh transaction cost yang dicerminkan oleh bid-ask spread terhadap holding period. Studi tersebut didasarkan pada teori yang disimpulkan Amihud dan Medelson (1986) dalam Subali dan Zuhroh (2002) yang menyatakan bahwa aset dengan transaction cost yang tinggi akan ditahan lebih lama oleh investornya dan sebaliknya.

Hasil studi Atkins yang dilakukan pada New York Stock Exchange dan Nasdaq periode 1975 sampai 1991 menghasilkan kesimpulan yang sama, selain itu hubungan yang lebih kuat antara kedua variabel tersebut terjadi pada Nasdaq yang memiliki spread yang lebih besar. Dari hasil kedua studi tersebut semakin meyakinkan bahwa transaction cost yang dicerminkan oleh bid-ask spread memang mempengaruhi keputusan investor dalam menentukan masa kepemilikan sahamnya.

Sedangkan penelitian tentang penurunan fungsi bid-ask spread sebagai fungsi dari cost dilakukan oleh Stoll dan Miller (1989) dalam Subali dan Zuhroh (2002). Studi tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa bid-ask spread merupakan fungsi dari tiga komponen biaya yaitu inventory holding cost, order processing cost dan advers information cost dengan komposisi berturut-turut 0.1 spread, 0.47 spread, dan 0.43 spread yang artinya jika nilai keseluruhan dari spread adalah 100%, maka komposisi dari ketiga komponen biaya tersebut adalah berturut-turut 10%, 47% dan 43%.

Di Indonesia penelitian tentang spread juga pernah dilakukan Lenny dan Indriantoro (1999). Studi tersebut menginvestigasi apakah di Bursa Efek Jakarta biaya transaksi yang dicerminkan oleh bid-ask spread yang tertentu mempengaruhi keputusan investor dalam menentukan masa kepemilikan sahamnya. Hasil studi tersebut ternyata menghasilkan kesmpulan yang berbeda dengan penemuan Atkins. Lenny menyimpulkan bahwa di BEJ, transaction cost tidak berpengaruh secara signifikan terhadap holding period, tetapi hanya variabel market value saja yang merupakan cerminan dari besarnya ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan investor dalam menentukan masa kepemilikan sahamnya. Perbedaan kesimpulan tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kondisi pasar modal yang diobservasi. Atkins menggunakan NYSE dan Nasdaq Stock Exchange yang relatif lebih berkembang dan efisien dari BEJ.

Keinginan seorang investor untuk menyimpan sejumlah dananya dalam saham suatu perusahaan tertentu, dalam waktu tertentu, selain berdasarkan pada faktor makro ekonomi, menurut Lenny dan Indriantoro (1999) juga dapat dipengaruhi oleh faktor Bid-Ask Spread, yaitu selisih antara harga tawaran jual dengan harga tawaran beli, Market Value yaitu nilai pasar dari saham perusahaan yang diperjual-belikan, dan Risk of Return Saham yaitu gambaran mengenai volatilitas (fluktuasi) harga saham pada periode tertentu. Studi yang pernah dilakukan oleh Atkins dan Dyl (1997) dalam Miapuspita et al. (2003) menghasilkan kesimpulan spread yang merupakan fungsi dari transaction cost, market value yang mencerminkan ukuran perusahaan dan variance return yang menunjukkan volatilitas (fluktuasi harga) saham akan mempengaruhi keputusan investor untuk menahan sahamnya.

Hasil penelitian USA oleh Atkins dan Dyl (1997) dalam Setyawan (2008) menyimpulkan bahwa biaya transaksi akan lebih rendah untuk saham-saham yang diperdagangkan dalam jumlah lebih besar. Dalam penelitian tersebut, mereka menyajikan bukti empiris bahwa jumlah atau volume perdagangan berhubungan secara terbalik (resiprokal) terhadap biaya transaksi. Artinya bahwa apabila jumlah atau volume perdagangan makin besar maka biaya transaksi akan makin rendah. Dan sebaliknya bila jumlah atau volume perdagangan makin kecil maka biaya transaksi akan makin tinggi.

Kesimpulan umum dari penelitian Atkins dan Dyl (1997) dalam Setyawan (2008) yaitu bahwa semakin tinggi biaya transaksi dalam dealer auction market maka akan semakin lama investor tersebut menahan atau memegang saham yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena investor via dealer berupaya menetapkan ask price melebihi bid price, dimana dalam ”dealer auction market”, ask price maksimum akan terbentuk dalam periode yang cukup panjang. Selain itu investor sudah menanggung biaya order transaksi yang tinggi, maka sebagai kompensasinya dia akan menahan saham yang baru dibeli lebih lama lagi. Saham yang diperoleh dengan biaya transaksi tinggi amat berharga dimata pemegangnya. Pandangan ini semakin diperkuat oleh Huang dan Wei (2002) dalam Setyawan (2008) yang menemunkan motif amortisasi saham-saham yang ber-spread tinggi dibalik lamanya holding period.

Hasil penelitian diatas ternyata didukung juga oleh penelitian Lenny dan Indriantoro (1999) di Indonesia. Dengan demikian ada bukti konsistensi tentang hubungan antara transaction cost dan holding period baik untuk sampel penelitian di USA maupun di Indonesia. Lenny dan Indriantoro (1999) memakai model 2SLS (Two Stages Least Square) dengan alasan karena adanya holding period dan bid-ask spread berhubungan secara simultan. Walaupun sebenarnya hal ini berlawanan dengan logika teoritis dan praktis. Mengingat holding period adalah tujuan yang ingin dicapai investor dengan memanfaatkan saham-saham dengan bid-ask spread tinggi. Sehingga pola hubungan yang lebih relevan adalah regresif bukan simultan.

Lenny dan Indriantoro (1999) memakai sampel observasi seluruh saham teraktif (LQ 45) listing di BEJ periode 1995-1996. Sementara Subali dan Zuhroh (2002) memakai sampel observasi sebesar 50 saham paling liquid di BEJ periode semesteran tahun 2000. Perbedaan sampel observasi antara keduanya tidak menyebabkan hasil analisa data yang berbeda. Artinya tetap mendukung Atkins dan Dyl (1997). Dengan demikian, dari penelitian Lenny dan Indriantoro (1999) & Subali dan Zuhroh (2002) memperlihatkan gambaran adanya kemungkinan investor di BEJ telah mulai memperhitungkan transaction cost (bid-ask spread) dalam berinvestasi saham.

Penelitian terbaru tentang adanya hubungan antara bid-ask spread, market value dan volatilitas harga dilakukan oleh Setyawan (2008). Hasil dari penelitian Setyawan (2008) adalah bahwa market value dan volatilitas harga berpengaruh positif signifikan terhadap holding period, sedangkan variabel bid-ask spread berpengaruh positif tidak signifikan terhadap holding period. 

Dari beberapa uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh bid-ask spread, market value, risk of return saham dan volatilitas harga baik secara simultan maupun parsial terhadap holding period dan untuk mengetahui variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap holding period. Penelitian ini meneruskan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian replikasi terdapat perbedaan tahun penelitian, penambahan variabel maupun pengurangan variabel penelitian, atau bisa pula perbedaan obyek penelitian. Pada penelitian ini, penulis meneruskan penelitian yang dilakukan oleh Roni Setyawan. Judul penelitian Roni Setyawan adalah ”Pengaruh Bid-ask Spread, Market Value & Volatilitas Harga terhadap Holding Period Saham-saham LQ45 Tahun 2003-2005.” 

Sampel dalam penelitian Roni Setyawan adalah saham-saham LQ 45 yang konsisten selama periode 2003-2005. Dipilih LQ 45 karena ada dugaan LQ 45 di-hold untuk cukup lama oleh risk-averter investors. Setelah dilakukan investigasi pada Jakarta Fact Book 2004-2006, didapat 25 sampel final. Duapuluh lima sampel ini kemudian menghasilkan 75 data observasi secara pooling.

Hasil dari penelitian Roni Setyawan bahwa dari hasil statistik deskriptif, hampir semua data menunjukkan gejala volatilitas yang tinggi kecuali Ln MV. Fenomena ini dapat diartikan sebagai karakteristik unik dari saham LQ 45 yang demikian likuid dan aktif. Dari 74 observasi setelah TSPC pada tahun 2005 dikeluarkan karena memiliki nilai HP yang sangat ekstrim, rata-rata HP sekitar 4.591. Implikasinya para investor di BEJ rata-rata menahan saham LQ 45 selama 4-5 tahun. Kemudian besarnya bid-ask spread secara rata-rata masih cukup wajar dalam kisaran 1.5 - 2%. Artinya sulit diterima bila kisaran bid-ask spread melebihi tick-price terkecil yakni Rp. 1,-.

Pada penelitian ini, penulis ingin meneruskan penelitian tentang hubungan antara variabel bid-ask spread, market value, dan volatilitas harga dengan holding period berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diatas. Pada studi ini, penulis juga memasukkan variabel tambahan risk of return saham yang merupakan standar deviasi dari return realisasi, yang pada penelitian terdahulu variabel tersebut terbukti berpengaruh terhadap holding period. Sampel observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah saham-saham LQ 45 yang konsisten selama periode 2005-2007.

Hasil statistik deskriptif yang telah dilakukan oleh penulis dari data saham-saham LQ 45 selama periode 2005-2007 dengan sampel sebanyak 84 perusahaan, rata-rata holding period sekitar 2,482. Implikasinya para investor di BEI rata-rata menahan saham LQ 45 selama ±2 tahun. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Atkin & Dyl (1997) dimana angka holding period sebesar 7-8 tahun sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Roni Setyawan rata-rata saham di hold selama 4-5 tahun. Fenomenanya dari tahun ke tahun lamanya investor dalam menahan sahamnya di pasar bursa mengalami penurunan.

Motivasi replikasi penulis adalah karena topik penelitian tentang hubungan antara variabel-variabel diatas dengan holding period masih jarang dilakukan dan penulis melihat potensi pentingnya hubungan antara variabel-variabel diatas dengan holding period sebagai salah satu kontributor bagi perkembangan literature market microstructure di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh bid-ask spread, market value, risk of return saham, dan volatilitas harga terhadap holding period baik secara serempak dan parsial. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memberi judul pada penelitian ini yaitu ”Analisis Pengaruh Bid-ask Spread, Market Value, Risk of Return Saham dan Volatilitas Harga terhadap Holding Period Saham-saham LQ 45 Tahun 2005-2007.”



Terima Kasih



No comments:

Post a Comment

Cari Skripsi, Artikel, Makalah, Anti Virus

Custom Search