Software Anti Virus

Tuesday, October 5, 2010

Attention

Hello

My Names are Mr Liu Tai Ling, I have a business bequest for you to handle with me, kindly indicate your interest along with your names, contact address, age, occupation and telephone number for further details. email: lingtai25@yahoo.com.hk

Sincerely
Liu


Bu mesaj ve onunla iletilen tum ekler gonderildigi kisi ya da kuruma ozel, gizlilik yukumlulugu tasiyor olabilir. Bu mesaj, hicbir sekilde, herhangi bir amac icin cogaltilamaz, yayinlanamaz ve para karsiligi satilamaz; mesajin yetkili alicisi veya alicisina iletmekten sorumlu kisi degilseniz, mesaj icerigini ya da eklerini kopyalamayiniz, yayinlamayiniz, baska kisilere yonlendirmeyiniz ve mesaji gonderen kisiyi derhal uyararak bu mesaji siliniz. Bu mesajin bilinen viruslere karsi kontrolleri yapilmistir. ISTANBUL UNIVERSITESI http://www.istanbul.edu.tr This message (including any attachments) is intended only for the use of the individual or entity to which it is addressed and may contain information that is non-public, proprietary,privileged, confidential, and exempt from disclosure under applicable law or may constitute as attorney work product.If you are not the intended recipient, you are hereby notified that any use, dissemination, distribution, or copying of this communication is strictly prohibited. If you have received this communication in error, notify us immediately by telephone and (i) destroy this message if a facsimile or (ii) delete this message immediately if this is an electronic communication. ISTANBUL UNIVERSITY http://www.istanbul.edu.tr

READ MORE - Attention

Thursday, August 12, 2010

Ketahanan Ekonomi Indonesia Dalam Aspek Nasional

Ketahanan Ekonomi Indonesia Dalam Aspek Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Terminologi Ketahanan Ekonomi
Ketahanan Ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsu-ngan perekonomian bangsa dan negara berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

1.2 Latar Belakang Masalah
Tahun 2008 adalah tahun yang kelam bagi sejarah perekonomian dunia. Krisis global yang melanda membuat perekonomian di sebagian besar negara di seluruh dunia terpuruk. Negara-negara besar seperti Amerika, Inggris, China, India, dan India pun terseret dalam krisis ini. Indonesia pun mau tak mau juga terkena imbas dari krisis global. Walaupun dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap perekonomian kita, namun perekonomian Indonesia juga sempat terpuruk.
Ketika nilai tukar rupiah turun sampai Rp 12.100/US$, Saham IHSG yang merosot hingga 51,17%, harga BBM yang naik, pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan, serta dampak-dampak yang lainnya. Nah, pada momen inilah ketahanan ekonomi Indonesia diuji. Lalu bagaimanakah indonesia dapat bertahan dari krisis global ini? Langkah-langkah apa saja yang diambil oleh pemerintah untuk meredam dampak krisis ini?

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Kronologi Krisis Global 2008
Krisis Global yang terjadi sekitar tahun 2008 berawal dari permasalahan kegagalan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika Serikat (AS), krisis kemudian menggelembung merusak sistem perbankan bukan hanya di AS namun meluas hingga ke Eropa lalu ke Asia. Secara beruntun menyebabkan effect domino terhadap solvabilitas dan likuiditas lembaga-lembaga keuangan di negara negara tersebut, yang antara lain menyebabkan kebangkrutan ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Krisis kemudian merambat ke belahan Asia terutama negara-negara seperti Jepang, Korea, China, Singapura, Hongkong, Malaysia, Thailand termasuk Indonesia yang kebetulan sudah lama memiliki surat-surat beharga perusahaan-perusahaan tersebut.

Dari berbagai kritik para ahli, bahwa problem tersebut dipicu maraknya penggelembungan harga perumahan di AS yang didorong kebijakan-kebijakan Bank Sentral Amerika (the Fed) yang kurang pruden untuk menstabilkan sistem keuangan sejak bertahun-tahun. Kondisi ini didorong oleh keinginan untuk memelihara permintaan properti perumahan agar tetap tinggi, maka bank-bank di Amerika Serikat banyak mengucurkan kredit perumahan terutama bagi kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kapasitas keuangan yang memadai (ninja loan yaitu pinjaman terhadap nasabah yang no income, no job, & no asset). Kredit perumahan ini kemudian disekuritisasi secara hibrid agar lebih menarik bagi investor yang terdiri dari bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Celakanya, banyak kredit tak terbayar dalam jumlah besar dan merata. Akibatnya, bank-bank kesulitan untuk membayar dan investor dengan cepat menarik dananya dari produk-produk perbankan disaat harga masih tinggi sehingga hal ini memacetkan perputaran uang di pasar hipotik. Hal ini menyebabkan pula struktur pasar uang yang produknya saling terkait satu sama lain menjadi terganggu. Termasuk juga jaminan obligasi utang (collaterlaised debt obligation/CDO) sebagai bentuk investasi kolektif dari sub-prime mortgage.

1.2 Dampak Krisis Terhadap Perekonomian Indonesia
a. Dampak terhadap Perbankan
  1. Pasar Surat Utang Negara (SUN) mengalami tekanan hebat tercermin dari penurunan harga SUN atau kenaikan yield SUN secara tajam yakni dari rata-rata sekitar 10% sebelum krisis menjadi 17,1% pada tanggal 20 November 2008; (catatan: setiap 1% kenaikan yield SUN akan menambah beban biaya bunga SUN sebesar Rp1,4 Triliun di APBN)
  2. Credit Default Swap (CDS) Indonesia mengalami peningkatan secara tajam yakni dari sekitar 250 bps awal tahun 2008 menjadi diatas 980 bps pada bulan November 2008. Hal ini menunjukkan bahwa pasar menilai country risk Indonesia yang tinggi pada saat itu;
  3. Banking Pressure Index (dikeluarkan oleh Danareksa Research Institute) dan Financial Stability Index (dikeluarkan oleh BI) yang sudah memasuki dalam ambang batas kritis. Banking Pressure Index per Oktober 2008 sebesar 0,9 atau lebih tinggi dari ambang normal 0,5. Sementara itu, Financial Stability Index per November 2008 sebesar 2,43 atau di atas angka indikatif maksimum 2,0. Ini menunjukkan bahwa sistem perbankan dan sistem keuangan domestik dalam keadaan genting. Semakin tinggi nilai BPI (positif), semakin vulnerable sistem perbankan negara yang bersangkutan;
b. Dampak terhadap Bursa Saham
Bursa saham Indonesia juga mengalami penurunan indeks yang signifikan, sampai melebihi 51,17%, sehingga memaksa Otoritas Bursa untuk melakukan penghentian perdagangan selama 3 hari untuk mencegah lebih terpuruknya bursa akibat sentimen negatif. Untuk memitigasi kemungkinan lebih terpuruknya indeks yang tidak mencerminkan fundamental perusahaan, maka telah diambil berbagai langkah antar lain.
c. Dampak terhadap Nilai Tukar dan Inflasi
Dampak krisis keuangan jelas terlihat pada nilai tukar Rupiah yang melemah terhadap dolar AS bahkan sempat mencapai RP 12.600/USD pada minggu kedua November 2008. Hal ini lebih dikarenakan adanya aliran keluar modal asing akibat kepanikan yang berlebihan terhadap krisis keuangan global.
Dampak sejenis juga akan terjadi pada inflasi. Karena melemahnya Rupiah terhadap USD, maka harga barang-barang juga akan terimbas untuk naik, karena Indonesia masih mengimpor banyak kebutuhan termasuk tepung dan kedelai.

d. Dampak terhadap Ekspor dan Impor
Krisis keuangan global ini sudah pasti akan sangat berdampak kepada ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor, bukan hanya ke AS. Selama 5 tahun terakhir ini, ekspor Indonesia ke Amerika menempati urutan ke-2 setelah Jepang dengan kisaran masing-masing 12% – 15%. Selain itu, negara-negara importir produk Indonesia pada urutan ke-3 s.d. 10 (Singapura, RRC, India, Malaysia, Korsel, Belanda, Thailand, Taiwan) menyumbang sekitar 45% dari total ekspor Indonesia. Dari informasi tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa keseluruhan negara-negara tersebut sedang mengalami dampak krisis keuangan global yang berakibat pada perlambatan ekonomi di setiap negara. Lebih lanjut hal ini akan mengakibatkan penurunan kemampuan membeli atau bahkan membayar produk ekspor yang dihasilkan Indonesia, sehingga pada akhirnya akan memukul industri yang berorientasi ekspor di Indonesia. Hal ini sudah terkemuka di publik melalui media massa, terutama untuk sektor garmen, kerajinan, mebel dan sepatu, banyak keluhan para pelaku bisnis yang mengatalami penurunan order dan kelambatan pembayaran dari rekanan bisnis yang mengimport barangnya. (Data statistik belum dapat diperoleh).

Dampak yang tidak menguntungkan juga terjadi di sisi impor, karena dengan melemahnya Rupiah, maka nilai impor akan melonjak yang selanjutnya akan menyulitkan para importir untuk menyelesaikan transaksi impor. Dampak berikutnya adalah melonjaknya harga-harga bahan yang berasal dari impor di pasar sehingga inflasi meningkat dan daya beli masyarakat juga akan menurun. Hal ini selanjutnya mengakibatkan turunnya daya serap masayrakat terhadap barang-barang impor sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan jumlah impor.

e. Dampak terhadap Sektor Riel dan Pengangguran
Dampak terhadap sektor riel dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:
  1. Menurunnya order dari rekanan di luar negeri sehingga banyak perusahaan kesulitan memasarkan produknya yang pada akhirnya harus melakukan efisiensi atau rasionalisasi supaya dapat bertahan hidup.
  2. Melemahnya daya beli masyarakat Indonesia karena melemahnya mata uang Rupiah dan kenaikan inflasi serta kesulitan likuiditas atau modal kerja dari perbankan yang mengetatkan kebijakan pemberian kreditnya.
Kedua hal tersebut mengakibatkan industri di sektor riel menjadi tertekan, sehingga apabila hal ini berlarut-larut akan melemahkan daya tahan perusahaan yang akan berimbas pada kemungkinan melakukan PHK bagi para karyawannnya demi mengurangi beban perusahaan atau karena memang perusahaan sudah tidak mampu lagi beroperasi.

1.3 Langkah Pemerintah dalam Mengatasi Krisis
a. Pengamanan Pasar Finansial
Hal ini dilakukan dengan cara menghindari mark to market atas portofolio dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) serta memberi kebebasan emiten melakukan buyback pada satu hari bursa tanpa pembatasan pembelian dari volume perdagangan harian. Emiten juga diberi kesempatan untuk membeli kembali saham, terutama yang mengalami koreksi tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saat IHSG anjlok dan perdagangan dihentikan otoritas bursa. 

Disamping itu, pemerintah mempercepat pencairan belanja kementrian untuk melonggarkan likuiditas. Pemerintah juga mengambil langkah hukum bagi pihak-pihak yang memunculkan rumor atau melanggar aturan dan menimbulkan kepanikan pasar saham. Revisi auto rejection (naik/turunnya harga saham maksimal hanya 10% dari sebelumnya 30%) juga diterapkan.

b. Pengamanan Likuiditas
Kebijakan ini direalisasikan dengan antara lain pemerintah menyediakan pasokan valas bagi korporasi, menurunkan rasio Giro Wajib Minumum (GWM) valas dari 3% menjadi 1%, pencabutan pasal 4 PBI No.7/1/2005 tentang batasan Posisi Saldo Harian Pinjaman Luar Negeri Jangka Pendek, penyederhanaan perhitungan GWM rupiah 7,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari 5% GWM utama (statutory reserve) dan 2,5% GWM sekunder (secondary reserve). 
 
Kebijakan yang cukup melegakan nasabah bank adalah dinaikkannya jaminan dana nasabah dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar oleh Lembaga Penjamin Simpanan, yang menurut Menteri Keuangan sudah mencakup 90% dana pihak ketiga dan 97% rekening nasabah.

Kebijakan lain adalah turunnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Bank Indonesia (amandemen Pasal 11 UU No 3/2004) terkait dengan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek, yang mana BI dapat menerima portofolio kredit yang berkolektibilitas lancar untuk dijadikan agunan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek.

c. Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan
Pemerintah juga mengeluarkan Perpu menyangkut implementasi jaring pengaman sektor keuangan bila terjadi keadaan yang membahayakan stabilitas keuangan, dimana pemerintah dapat menyertakan modal sementara ke bank dan lembaga keuangan bukan bank.
Bank yang kesulitan likuiditas dapat memperoleh fasilitas pembiayaan darurat (FPD) dari BI yang dijamin pemerintah dan BI berhak mengganti pengurus bank yang mendapat FPD. Pemerintah juga memberi insentif bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB) mengakuisisi bank atau LKBB lain.
Untuk memaksimalkan kekuatan kebijakan ini maka Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan pihak lain yang melaksanakan kebijakan sesuai Perppu tidak dapat dihukum. Ini untuk menghindari jika suatu saat akibat dari kebijakan yang diambil mungkin berdampak negatif. 

Pemerintah nampaknya masih kurang yakin dengan kebijakan yang diambil (akibat terus menurunnya nilai tukar Rupiah ke level 10.800/USD), maka pada tanggal 28 Oktober 2008 pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi sebagai berikut. Pertama, menjaga kesinambungan neraca pembayaran/devisa dengan mewajibkan BUMN menempatkan valuta asing di bank dalam negeri dalam satu clearing house. Perusahaan juga wajib melaporkan pendapatan dan kebutuhan valas ke Kementrian BUMN.
Kedua, mempercepat pelaksanaan proyek dengan biaya bilateral dan multilateral. Ketiga, menjaga stabilitas likuiditas dan mencegah perang harga dengan menginstruksikan BUMN tidak memindahkan dana antarbank. Keempat, menjaga kepercayaan pasar terhadap SUN dengan membeli SUN di pasar sekunder secara bertahap. Kelima, menjaga kesinambungan neraca pembayaran dengan memanfaatkan bilateral swap arrangement dari bank Jepang, Korea dan Cina.
Keenam, menjaga kelangsungan ekspor dengan memberikan garansi terhadap risiko pembayaran dari pembeli. Ketujuh, menurunkan pungutan ekspor Crude Plam Oil (CPO) menjadi 0%. Kedelapan, menjaga kesinambungan fiskal 2009 dengan menyusun APBN 2009 yang memungkinkan pemerintah melakukan perubahan bujet segera. Kesembilan, mencegah impor ilegal. Garmen, elektronik, makanan, mainan anak dan sepatu hanya bisa diimpor oleh importir terdaftar. Terakhir, meningkatkan pengawasan barang beredar di pasar.
Disini nampak terlihat bahwa pemerintah telah belajar dari krisis 1998 agar tidak terulang lagi dengan cara melakukan pemagaran yang sangat rapat sehingga serangan terhadap sektor finansial dan ekonomi dapat diminimalisir. Pemerintah dan Bank Indonesia tidak mau bersantai-santai sambil menunggu gejolak internasional mereda, namun terus memantau dan mengantisipasi dengan mengeluarkan kebijakan lanjutan untuk menyempurnakan kebijakan sebelumnya.

BAB III
KESIMPULAN

Krisis global tahun 2008 yang menghantam perekonomian dunia memang tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Ini menunjukan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia cukup bagus dalam menghadapi krisis.
Hal ini disebabkan oleh fundamental ekonomi yang lebih baik saat itu, disamping kesiapan pemerintah dan Bank Indonesia sendiri dalam menanggapi krisis tersebut yang ditunjukkan oleh komprehensifnya kebijakan yang diambil.
Sektor perbankan juga lebih tahan menghadapi krisis saat itu karena dari sisi internal, yaitu permodalan dan prudensialitas operasional, jauh lebih baik dibandingkan krisis 1998.
Namun tak berarti penanganan krisis tak luput dari masalah. Bailout pada bank Century ternyata mendapat kecaman keras dari masyarakat. Tapi di balik itu, langkah-langkah yang diambil pemerintah, terutama Menkeu Sri Mulyani tergolong bagus dalam menanggulangi krisis global tahun 2008.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.opensubscriber.com/message/motivasi@yahoogroups.com/10510614.html
http://kompas.co.id/read/xml/2008/10/02/23553141/kekhawatiran.krisis.ekonomi.global.benamkan.saham.dunia
http://indonesiarecovery.org/krisis-keuangan-global-2008/krisis-2008-terparah-sejak-the-great-depression.html
http://indonesiarecovery.org/krisis-keuangan-global-2008/dampak-krisis-indonesia-dan-negara-tetangga.html
Sasadara, Rudy N. 2008. Dampak Krisis Finansial Global Terhadap Sektor Ekonomi dan Perbankan. Jakarta : Economic Review No. 213.
http://bisnis.vivanews.com/news/read/18493-selama_2008__ihsg_menyusut_51_17

READ MORE - Ketahanan Ekonomi Indonesia Dalam Aspek Nasional

Makalah Ketahanan Ekonomi Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ada beberapa hal terpenting yang harus dijalankan. Pemerintah dan warga Negara wajib untuk melaksanakannya. Setiap pihak mengambil posisi atau bagian dalam pelaksanaannya.

Ketahanan Ekonomi Nasional merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dan dijalankan oleh setiap Negara. Walaupun istilah ketahanan nasional itu dapat dikatakan sebagai istilah khas Indonesia, namun setiap Negara harus memperhatikan unsure yang satu ini. Ketahanan nasional itu sendiri memiliki artian sebagai kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang dating membahayakan intergritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya.

Maka dari itu ketahanan nasional dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya merupakan konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam kehidupan nasional, dan perwujudannya harus menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach).

Ketahanan Ekonomi Nasional memiliki beberapa landasan dan aspek. Diantaranya yang pertama adalah landasan :
1. Landasan Idiil
2. Landasan Konstitusional
3. Landasan Visional.

Sedangkan aspeknya alamiahnya yaitu:
a. Letak Geografis Negara
b. Kekayaan alam
c. Keadaan dan Kemampuan penduduk.

2. PERMASALAHAN
Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah mengenai aspek ketahanan ekonomi nasional. Adapun aspek yang akan dibahas itu adalah aspek ekonomi. Permasalahan yang akan dibahas dalam isi makalah ini adalah
“Bagaimanakah peranan aspek ekonomi dalam ketahanan nasional”

BAB II
PEMBAHASAN

1. ASPEK EKONOMI
1.1. Pengeritan Ekonomi
Ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup meliputi kegiatan produksi barang dan jasa serta mendistribusikannya kepada konsumen atau pemakai.
Kegiatan produksi dalam perekonomian melibatkan factor-faktor produksi berupa:
a. Tenaga kerja,
b. Modal,
c. Teknologi,
d. Sumber daya alam,
e. Manajemen.

1.2. Ekonomi Indonesia
Pengelolaan dan pengembangan ekonomi Indonesia didasarkan pada pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :
  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagai Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Peranan Negara dalam system ekonomi kerakyatan sesuai dengan pasal 33 lebih ditekankan bagi segi penataan kelembagaan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan. Penataan itu baik menyangkut cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, maupun sehubungan dengan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.


1.3. Ketahanan di Bidang Ekonomi
Ketahanan ekonomi nasional merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan banyak dimensi. Dimensi-dimensi itu meliputi :
a. Stabilitas ekonomi,
b. Tingkat integritas ekonomi,
c. Ketahanan system ekonomi terhadap goncangan dari luar system ekonomi,
d. Margin of savety dari garis kemiskinan dan tingkat pertumbuhan ekonomi,
e. Keunggulan kompetitif produk-produk ekonomi nasional,
f. Kemantapan ekonomi dari segi besarnya ekonomi nasional,
g. Tingkat integritas ekonomi nasional dengan ekonomi global.

1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan di Bidang Ekonomi
Negara berkembang seperti Indonesia dalam pengelolaan factor produksi menjadi barang dan jasa mempunyai cirri sebagai berikut:
a. Bumi dan sumber alam,
  • Belum ada kemampuan sepenuhnya untuk memanfaatkan kekayaan alam, yaitu karena, kurang modal, belum memiliki keterampilan teknologi yang memadai dan tingkat manajemen yang belum memenuhi harapan.
  • Bencana alam seperti banjir dan musim kering yang hanya dikuasai dengan pengendalian sungai dan banjir.
  • Struktur ekonomi agraris merupakan tekanan berat atas areal tanah dan lingkungan dengan konsekuensi social yang amat luas.
  • Negara yang tidak mempunyai kekayaan alam sangat tergantung kepada impor bahan baku yang banyak memerlukan devisa sehingga perkembangan industrinya lamban.
b. Tenaga kerja
Pertambahan penduduk yang cepat bisa menguntungkan, karena persediaan tenaga kerja yang cukup, namun harus disertai dengan peningkatan keterampilan teknologis dan perluasan kesempatan kerja. Apabila kebijaksanaan ini ditempuh maka akan menimbulkan pengangguran kelihatan atau tak kelihatan. Untuk jangka panjang perlu ditempuh penanggulangan sebagai berikut:
- Peningkatan keterampilan teknologi,
- Transmigrasi,
- Keluarga berencana,
- Distribusi penduduk secara ekonomi geografis yang dipadukan dengan masalah keamanan nasional.

c. Faktor modal
Modal dapat diperoleh dari tabungan, pajak, reinvestasi perusahaan, pendapatan ekspor dan modal asing. Negara berkembang menghadapi kekurangan modal dan pemupukan modal dalam negeri terbatas, misalnya disebabkan:
- Pendapatan masyarakat rendah, sehingga tidak memungkinkan adanya tabungan,
- Dasar tariff pajak dan aparatur pemungutan pajak masih terbatas,
- Kemampuan investasi modal perusahaan masih kurang.

Untuk mengurangi masalah ekonomi dalam bidang modal perlu ditempuh strategi pembangunan yang bertujuan:
- Memberikan pendidikan keterampilan secara masal dan terarah,
- Industrialisasi untuk perluasan lapangan pekerjaan,
- Peningkatan produksi barang dan jasa untuk konsumsi dalam negeri dan untuk ekspor barang setengah jadi dan barang jadi,
- Pembinaan permodalan bagi pengusaha golongan ekonomi lemah.

d. Faktor teknologi
Penggunaan teknologi memerlukan pertimbangan-pertimbangan, misalnya:
- Labour intensive (Padat karya)
- Teknologi intermediate atau teknologi Elektra.
- Teknologi mutakhir atau technocratium.

e. Hubungan dengan ekonomi luar negeri
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Negara-negara berkembang di bidang hubungan ekonomi luar negeri adalah sebagai berikut:
- Melebarnya jurang pemisah antara Negara maju dengan Negara berkembang, kerena pertumbuhan ekonomi yang tidak sama.
Akibat perkembangan tersebut ialah berupa kemerosotan harga bahan
- ekspor tradisional dan menurunkan hasil produksi Negara berkembang.
Makin tinggi kapasitas produksi dan volume ekspor Negara industri, makin mudah keadaan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan pasaran internasional.
- Adanya pengelompokan Negara maju menjadi masyarakat ekonomi.

f. Prasarana atau infrastruktur
Prasarana merupakan segal sesuatu yang diperlukan untuk menunjang produksi barang dan jasa. Prasarana adalah factor utama bagi pertumbuhan dan kelangsungan ekonomi Negara. Usaha subversip dan infiltrasi baik dalam suasana damai, apalagi dalam keadaan perang selalu menjadikan prasarana sebagai sasaran utama dari pihak lawan.

g. Faktor manajemen
Manajemen adalah tata cara mengelola perusahaan. Public administration adalah manajemen atau tatacara perusahaan oleh aparatur Negara, sedangkan business managemen adalah tatacara perusahaanoleh pihak swasta.


BAB III
PENUTUP

Dari ulasan di atas nampak bahwa ketahanan ekonomi nasional berkisar pada masalah pengembangan kehidupan nasional untuk mengahadapi berbagai tantangan sehingga mampu mempertahankan kelangsungan hidup sebagai suatu bangsa. Karena tantangan kehidupan nasional senantiasa berubah dari waktu ke waktu.
Dengan pemahaman yang demikian pengembangan pemikiran tentang ketahanan nasional dalam aspek ekonomi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi suatu bangsa karena hal itu berkaitan dengan eksistensi serta kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA
http://aprilia180490.wordpress.com/2010/04/09/ketahanan-nasional-dibidang-ekonomi/
READ MORE - Makalah Ketahanan Ekonomi Nasional

Friday, July 9, 2010

Penyakit Tetanus

Penyakit Tetanus adalah penyakit yang dapat mengancam kehidupan. Kurang dari 100 kasus tetanus yang dilaporkan di Amerika Serikat setiap tahunnya, karenanya diambil langkah-langkah pencegahan melalui vaksinasi. Pengobatan untuk Penyakit Tetanus dapat tidak berfungsi dan mungkin tidak mengarah ke penyembuhan. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh lecet terinfeksi dengan bakteri dan dapat menyebabkan kejang otot, kekakuan otot-otot rahang atau otot-otot lain, menyebakan kesulitan bernapas, dan akhirnya dapat menghentikan jantung. Infeksi tetanus meproduksi racun dalam tubuh.

Gejala yang paling jelas dengan Penyakit Tetanus termasuk otot-otot yang kaku, rahang kaku, otot kejang, biasanya dari rahang atau leher, otot mudah marah, dan demam. Sebagai akibat meningkatnya racun di seluruh tubuh, gejala dapat menjadi lebih jelas dan kejang otot dapat menjadi sangat parah. Kekakuan leher, kesulitan menelan, mudah marah, dan sesak napas dapat menjadi lebih umum menunjukkab penyakit semakin parah.

Kingdom  : Bakteri
Filum       : Firmicutes
Kelas      : Clostridia
Order      : Clostridiales

Keluarga Clostridiaceae
Genus     : Clostridium
Spesies   : C. Tetani

1. Sejarah
Penyakit Tetanus dikenal orang-orang kuno, yang berhubungan antara luka-luka dan kekejangan otot fatal. Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier mengisolasi strychnine-seperti toksin tetanus dari alam bebas, bakteri anaerobik tanah. Etiologi penyakit ini dijelaskan lebih lanjut pada tahun 1884 oleh Antonio Carle dan Giorgio Rattone, yang menunjukkan transmissibility tetanus untuk pertama kalinya. Mereka memproduksi tetanus dari kelinci dengan menyuntikkan ke saraf skiatik mereka, dengan nanah dari suatu kasus tetanus manusia yang fatal pada tahun yang sama. Pada tahun 1889, C. tetani ini terisolasi dari korban manusia, oleh Kitasato Shibasaburo, yang kemudian menunjukkan bahwa organisme bisa menghasilkan penyakit ketika disuntikkan ke binatang, dan toksin bisa dinetralkan oleh antibodi spesifik. Pada tahun 1897, Edmond Nocard menunjukkan bahwa antitoksin tetanus disebabkan kekebalan pasif pada manusia, dan dapat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan. Toksoid tetanus vaksin ini dikembangkan oleh P. Descombey pada tahun 1924, dan secara luas digunakan untuk mencegah tetanus yang disebabkan oleh luka-luka pertempuran selama Perang Dunia II.

2. Karakteristik
C. tetani adalah berbentuk batang, obligat anaerob Gram positif. Selama pertumbuhan vegetatif, organisme tidak dapat bertahan di hadapan oksigen, sangat sensitif terhadap panas dan memiliki flagela yang memberikan mobilitas terbatas. Sebagai bakteri matang, ia mengembangkan terminal spora, yang memberikan penampilan yang khas organisme. Spora C. tetani sangat kuat, dan tahan terhadap panas dan paling antiseptik. spora tersebar secara luas dalam pupuk kandang-tanah diperlakukan, dan juga dapat ditemukan pada kulit manusia yang terkontaminasi.

3. Toksisitas
C. tetani biasanya masuk host melalui luka pada kulit dan kemudian bereplikasi. Setelah infeksi oleh C. tetani menghasilkan dua exotoxins, tetanolysin dan tetanospasmin. Sebelas galur C. tetani telah diidentifikasi, yang berbeda terutama dalam flagellar antigen dan kemampuan mereka untuk menghasilkan tetanospasmin. Gen yang menghasilkan racun dikodekan pada plasmid dalam semua toxigenic strain, dan semua strain yang mampu menghasilkan racun yang identik.
Tidak diketahui fungsi Tetanolysin untuk C. tetani, dan alasan untuk apa diproduksi toksin tersebut oleh bakteri tidak diketahui dengan pasti. Tetanospasmin adalah racun saraf dan menyebabkan manifestasi klinis tetanus. Tetanus toksin yang dihasilkan bakteri hidup, dan dilepaskan ketika bakteri lyses, seperti selama pertumbuhan spora atau selama pertumbuhan vegetatif. Jumlah minimal spora dan pertumbuhan sel vegetatif yang diperlukan untuk produksi toksin.
Berdasarkan berat, tetanospasmin adalah salah satu racun yang paling kuat dikenal. Perkiraan dosis mematikan manusia minimum adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan, atau 175 nanogram dalam 70 kg (154 lb) manusia. Satu-satunya racun yang lebih mematikan untuk manusia adalah botulinum toksin yang diproduksi oleh Clostridium botulinum relatif dekat dan eksotoksin yang dihasilkan oleh Corynebacterium diphtheriae, agen penyebab difteri.
Tetanospasmin tergantung seng-metalloproteinase, yang mirip struktur botulinum toksin, tetapi setiap racun menghasilkan efek berbeda. C. tetani mensintesis tetanospasmin sebagai nenek moyang tunggal polipeptida 150kDa racun, yang kemudian dipotong oleh protease menjadi dua fragmen; fragmen A (a 50kDa "terang rantai") dan fragmen B (yang 100 kDa rantai berat) yang tetap terhubung melalui disulfida jembatan. Pembelahan nenek moyang toksin ke fragmen A dan B juga dapat diinduksi secara buatan dengan tripsin.

4. Aksi Toxin
Tetanospasmin didistribusikan dalam darah dan sistem limfatik host. Racun bekerja pada beberapa situs dalam sistem saraf pusat, termasuk terminal saraf perifer, saraf tulang belakang, dan otak, dan di dalam sistem saraf simpatik. Racun dibawa ke dalam saraf akson dan sinapsis diangkut melintasi persimpangan, sampai mencapai sistem saraf pusat, di mana ia tetap cepat untuk gangliosides di persimpangan dari presynaptic penghambatan saraf motorik.
Manifestasi klinis tetanus disebabkan ketika toksin tetanus blok inhibisi impuls, oleh campur dengan rilis neurotransmiter, termasuk glisin dan gamma-asam aminobutyric. Hal ini menyebabkan kontraksi otot dan kejang. Fitur karakteristik risus sardonicus (senyum kaku), trismus (umumnya dikenal sebagai "lock-rahang"), dan opisthotonus (kaku, melengkung kembali). Kejang mungkin terjadi, dan sistem saraf otonom mungkin juga akan terpengaruh. Tetanospasmin muncul untuk mencegah pelepasan neurotransmiter oleh selektif berlayar padanya sebuah komponen yang disebut vesikula sinapsis synaptobrevin II. 

Perlu dicatat bahwa organisme itu sendiri tidak memiliki akses ke sistem saraf, namun tetanospasmin diarahkan ke sistem saraf. Alasan mengapa hal ini terjadi masih menjadi bahan kontroversi. Tampaknya racun merupakan hasil disintesis selama pertumbuhan bakteri, dan sasaran mereka adalah ditentukan oleh adanya atau tidak adanya reseptor spesifik pada sel manusia di mana mereka dapat mengikat dan dengan demikian menimbulkan efek. Ini hanya menjelaskan mengapa toksin tetanus bekerja pada sistem saraf, tetapi mengapa organism tersebut dapat mencapai sitem syaraf, hak itu mungkin sebuah fenomena alam. 

Pencegahan tetanus termasuk vaksinasi, dan membersihkan luka primer. Profilaksis yang efektif, dalam bentuk vaksin toksoid tetanus, yang diberikan dengan atau tanpa imunisasi pasif dengan tetanus immune globulin. Sangat sedikit kasus tetanus terjadi pada individu dengan up-to-date vaksinasi tetanus. Vaksin DPT (diphtheria-pertussis-tetanus) diberikan di sebagian besar dunia. Hal ini diberikan pada usia 2, 4, 6, dan usia 15-18 bulan, diikuti oleh booster sebelum masuk ke sekolah (4-6 tahun). Rejimen ini menyediakan perlindungan dari penyakit tetanus selama sekitar 10 tahun, dan setiap 10 tahun sesudahnya, suatu suntikan vaksin tetanus dianjurkan. 

Tetanus tidak menular dari orang ke orang, dan merupakan satu-satunya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang menular, tetapi tidak menular. Sebuah infeksi C. tetani tidak mengakibatkan kekebalan tetanus, dan tetanus vaksinasi harus diberikan segera setelah pasien stabil.
Mencegah tetanus jauh lebih efektif daripada mencoba untuk mengobatinya. Bayi dan anak-anak secara rutin divaksinasi terhadap tetanus, dan orang dewasa harus sepanjang masa hidupnya. Namun, tidak biasa bagi orang dewasa untuk melakukan pekerjaan yang buruk dalam menjaga perawatan medis mereka kecuali jika ada masalah dan dengan demikian kehilangan mereka dijadwalkan untuk vaksinasi tetanus. 

Penyakit Tetanus bisa sangat serius atau fatal. Karena hal tersebut sangat jarang, karena seorang pasien telah mengalami infeksi tetanus dan selamat tidak berarti bahwa mereka tiba-tiba kebal terhadap infeksi tetanus lain. Pencegahan dan perawatan luka yang cukup dapat mencegah terjadinya infeksi. Penggunaan antibiotik, berpakaian bersih, dan perawatan luka signifikan dapat mengurangi kemungkinan infeksi tetanus
READ MORE - Penyakit Tetanus

Tuesday, July 6, 2010

Perpindahan dari Desa ke Kota

MAKALAH URBANISASI
PERPINDAHAN DARI DESA KE KOTA

PENDAHULUAN

Penetrasi pembangunan yang cepat di kota-kota di Indonesia memberikan dampak luas terhadap kota itu sendiri maupun wilayah pinggirannya. Konsekuensi paling logis adalah meningkatnya urbanisasi yang disertai dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan, baik secara alamiah maupun migrasi penduduk desa ke kota. Dampak lainnya adalah alih guna lahan perdesaan menjadi perkotaan karena adanya peningkatan kebutuhan ruang untuk aktivitas kota. Disamping itu, terdapat keterbatasan supply ruang perkotaan terutama di pusat kota yang justru memiliki intensitas penggunaan lahan paling tinggi. Akibatnya penduduk perkotaan mengalami kesulitan mendapatkan lahan untuk beraktivitas, salah satu contohnya adalah aktivitas permukiman. Hal ini menyebabkan beralihnya fungsi lahan terbuka dan pertanian yang ada di pinggiran kota menjadi fungsi permukiman. Bila hal ini berlangsung treus menerus, maka akan mengakibatkan terjadinya perluasan kota yang tidak terencana, yang tentu saja akan memebrikan dampak lebih lanjut terhadap kondisi perkotaan. Seperti terjadinya penurunan kualitas lingkungan, banjir, kemacetan, dan sebagainya. Berikut ini akan diuraikan fenomena urbanisasi dan sub urbanisasi di Semarang

Permasalahan
Urbanisasi selalu dikaitkan dengan adanya kegiatan “pengkotaan” suatu kawasan atau wilayah. Banyak indikator yang bisa digunakan untuk melihat apakah di suatu kawasan terjadi fenomena urbanisasi atau tidak, salah satunya adalah dengan melihat perkembangan penduduk, baik dari segi pertumbuhan maupun dari segi sosial ekonominya. Adanya perkembangan penduduk akan mendorong aktivitas-aktivitas lain yang merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan penduduk itu sendiri seperti perumahan, kegiatan perdagangan dan jasa serta fasilitas dan utilitas, atau sebaliknya. Sehingga berakibat pada kawasan tersebut seperti tumbuhnya ruang-ruang perkotaan baru yang merupakan wadah aktivitas masyarakat.
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Tingkat Urbanisasi dan Migrasi Penduduk Kota
Di Kota Semarang, fenomena urbanisasi yang terjadi dapat ditunjukkan dari kondisi pertambahan migrasi penduduk pada tahun 1990-2001. Tabel di bawah ini menunjukkan adanya gejala pergeseran penduduk kota dari CBD ke sub-urban karena faktor-faktor yang kurang mendukung bagi penduduk untuk tinggal nyaman di pusat Metropolitan Semarang. 

Secara keseluruhan kondisi tersebut terjadi karena adanya penggunaan lahan secara besar-besaran sebagai kawasan permukiman, hal ini dipicu oleh harga lahan yang relatif murah dibandingkan dengan kawasan di pusat Kota Semarang. Selain itu, adanya beberapa peruntukan lahan sebagai aktivitas industri di pinggiran Kota Semarang juga mendorong proses urbanisasi di pinggiran Kota Semarang seperti di Kecamatan Ngaliyan, yang tumbuh pesat akibat kegiatan industri di Kecamatan Tugu, atau Kecamatan Sayung yang juga berkembang akibat adanya kegiatan industri di Kecamatan Genuk.

B. Perkembangan Aktivitas Ekonomi Perkotaan
Karakteristik urbanisasi di Kawasan Metropolitan Semarang selain dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk perkotaan, juga dipengaruhi oleh perkembangan aktivitas ekonomi perkotaan. Adapun salah satu yang termasuk dalam ekonomi perkotaan ini adalah aktivitas industri, perdagangan dan jasa. Dari ketiga sektor ekonomi tersebut, selama tahun 1988 hingga 1998 (10 tahun) tingkat pertumbuhan tertinggi berada pada sektor jasa yakni sebesar 29,06%, lalu disusul sektor industri dan perdagangan berturut-turut 22,46% dan 24,27%.

Ketiga sektor tersebut secara signifikan telah memberikan pengaruh terhadap perkembangan urbanisasi di Metropolitan Semarang. Kegiatan industri sangat erat kaitannya dengan jumlah tenaga kerja dimana adanya kegiatan industri yang menimbulkan bangkitan penduduk baik yang bersifat tetap (migrasi) maupun ulang-alik (commuter) untuk bekerja dan atau menetap di sekitar kawasan industri. Sedangkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana terutama sekali jaringan jalan. Pada umumnya kegiatan perdagangan dan jasa, selain yang berada di pusat Kota Semarang juga berkembang di sepanjang jalan utama di pinggiran Kota Semarang. Kondisi ini pada taraf lebih lanjut akan mendorong perkembangan aktivitas penduduk seperti perumahan, pendidikan, perkantoran atau jasa.

Faktor lain yang juga berpengaruh pada perkembangan ekonomi perkotaan adalah perkembangan nilai investasi PMA dan PMDN di Kota Semarang. Pada tahun 2001-2002, nilai investasi di Kota Semarang lebih didominasi oleh PMA. Ini menunjukkan tingginya nilai investasi ke Kota Semarang, yang berarti akan semakin tinggi pula konsentrasi aktivitas ekonomi di Kota Semarang sebagai kawasan metropolitan.

C. Dampak-dampak yang Timbul
Adapun dampak-dampak yang timbul akibat terjadinya fenomena urbanisasi di Kawasan Metropolitan Semarang adalah sebagai berikut:
a) Struktur Ruang dan Pemanfaatan Lahan Yang Tidak Terencana
b) Penurunan Kualitas Pelayanan Infrastruktur
c) Keterbatasan Daya Dukung Lingkungan untuk Kawasan Terbangun
D. Pinggiran Semarang

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Metropolitan Semarang adalah Kota Semarang yang memiliki penduduk 1.322.320 Jiwa (> 1 Juta Jiwa) termasuk didalamnya kecamatan-kecamatan yang secara administratif berada di dalam wilayahnya. Sedangkan wilayah pinggirannya adalah wilayah yang berbatasan langsung baik secara administratif maupun adanya keterkaitan teknis perkembangan sistem kota-kota terhadap Kota Semarang. Wilayah belakang tersebut antara lain Kecamatan Boja dan Kecamatan Kaliwungu (Kab. Kendal), Kecamatan Sayung, Mranggen, dan Karangawen (Kab. Demak), Kecamatan Ungaran, Bergas, dan Pringapus (Kab. Semarang).

Pengambilan wilayah pinggiran Metropolitan Semarang seperti di atas adalah atas pertimbangan kemudahan dalam penyusunan program-progran pembangunan yang akan dilaksanakan secara terpadu.

E. Karakteristik Sub-Urbanisasi
a. Tingkat Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Pertumbuhan dan kepadatan penduduk tertinggi di wilayah pinggiran Kota Semarang, terdapat di IKK Mranggen masing-masing sebesar 5,01% dan 1.730 jiwa/km2, kawasan Mranggen didominasi dengan aktivitas industri. Secara keseluruhan, wilayah pinggiran Kawasan Metropolitan Semarang pada tahun 1999 – 2000, terjadi peningkatan pertumbuhan dan kepadatan penduduk terutama untuk wilayah Kabupaten Kendal dan Demak, yakni IKK Sayung, Karangawen, dan Boja.
Kecenderungan pengembangan pertumbuhan penduduk mengarah pada wilayah pinggiran kota sebagai akibat dari perluasan aktivitas kota. Pusat kota yang tidak lagi mampu menampung desakan jumlah penduduk memberikan dampak yang cukup serius terhadap wilayah dipinggirannya (sub-urban). Sehingga batasan urban dan sub-urban lama kelamaan menjadi bias dan bahkan tidak ada batasan lagi.

Pertambahan penduduk yang terus meningkat mengindikasikan bahwa perkembangan penduduk Kota Semarang menyebar kearah pinggiran kota (sub-urban) sehingga sebagai konsekuensinya adalah terjadi perubahan guna lahan perkotaan. Selain itu meningkatnya pertumbuhan penduduk di wilayah sub-urban seperti yang terjadi di Banyumanik, Tembalang atau lainnya menyebabkan kemajemukan aktivitas masyarakat. Dan lambat laun wilayah-wilayah tersebut menjadi kota satelit bagi Semarang seperti halnya Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sebagai kota peyanggga aktifitas masyarakat Jakarta.

b. Perkembangan Perumahan Skala Besar
Perkembangan permukiman baru di wilayah pinggiran Metropolitan Semarang disebabkan berkurangnya daya dukung lingkungan permukiman di pusat Kota Semarang seperti kawasan yang secara fisik kurang atau tidak sesuai untuk kawasan terbangun. Hal tersebut diakibatkan karena kurangnya daya dukung lahan permukiman di pusat Kota Semarang, dan semakin tingginya harga lahan di pusat kota. Kondisi ini mendorong perkembangan perumahan skala besar yang siap bangun (siap huni) di wilayah pinggiran Kota Semarang.

Beberapa daerah di kawasan sub-urban Semarang yang memiliki karakteristik khusus untuk daerah perumahan, dapat dirincikan sebagai berikut :
Di Metropolitan Semarang pengembangan perumahan terbanyak adalah di Kecamatan Banyumanik dengan total luasan izin lokasi yang dimohon oleh 21 pengembang mencapai luas 384,67 ha. Disusul perumahan di Kecamatan Tembalang oleh 13 Pengembang dengan total luas izin lokasi 788,48 ha, kemudian pengembangan perumahan di Kecamatan Ngalian oleh 12 Pengembang dengan total luas izin lokasi 338,26 ha.

Daerah Tugu dan daerah Genuk, daerah ini persebaran perumahan cukup pesat karena ditunjang oleh aksesibilitas yang baik, namun pengembangan ke arah ini perlu diperhatikan mengingat fungsi utama daerah ini adalah sebagai lahan industri.

Perkembangan Kecamatan Mranggen yang cepat setelah adanya Perumahan Pucanggading dan Kecamatan Boja dengan adanya pembangunan Kota Baru Bukit Semarang Baru di Kecamatan Mijen.

Adapun dampak ikutan dari pembangunan kawasan perumahan Bukit Semarang Baru secara umum membawa implikasi positif dan negatif. Dampak positif yang muncul adalah peluang kerja bagi masyarakat setempat, peningkatan kualitas infrastruktur, sebagai indikator peningkatan kesejahtertaan masyarakat, serta peningkatan nilai lahan. Sedangkan implikasi negatif yang muncul diantaranya adalah tidak terkontrolnya pertumbuhan wilayah sub-urban, menyempitnya lahan pertanian, kepadatan lalu lintas, pengelompokan masyarakat desa, serta perubahan ekologi lingkungan.

Begitu juga hal pembangunan perumahan skala menengah dan besar di Kecamatan Tembalang meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Sesuai dengan peruntukan yaitu kawasan pendidikan tinggi dan permukiman kota maka hampir sebagian besar penggunaan lahan mengarah pada fungsi utama. Tetapi di beberapa pusat pertumbuhan seperti di Kelurahan Tembalang dan Bulusan, intensitas guna lahan mengarah kepada pengembangan kawasan pendidikan. Sehingga timbul permasalahan yang serupa dengan di Kecamatan Banyumanik yaitu berupa penguasaan lahan oleh pengembang skala menengah dan besar.

Jumlah pengembang yang terdapat di Kecamatan Banyumanik sebanyak 14 pengembang dengan jumlah ijin lokasi yang dimohon sebesar 592,63 Ha atau sebesar 28% dari luas permukiman di Kecamatan Tembalang atau 13% dari luas keseluruhan di Kecamatan Tembalang khususnya di daerah yang berada jauh dari pusat kota seperti Kelurahan Tandang, Sendang Mulyo, dan Sendang Guwo. Sedangkan mengetahui lebih lanjut mengenai perbandingan ijin lokasi yang diperoleh terhadap penggunaan lahan permukiman di Kecamatan Tembalang dapat dilihat pada tabel berikut:

Luas lahan yang dimiliki oleh para pengembang tersebut belum seluruhnya dibebaskan. Dari permintaan ijin lokasi seluas 592,63 ha, pihak pengembang baru dapat membebaskan lahan sekitar 373,8 ha atau sekitar 63% dari permohonan awal. Tanah yang telah dikuasai oleh pengembang sebagian besar baru dimatangkan saja tanpa dilakukan pembangunan secara fisik. Keterlambatan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena ada keterbatasan modal. Sehingga pihak pengembang hanya dapat membangun lahannya untuk kawasan permukiman sebesar 58,27 ha atau sekitar 9,8% dari luas ijin lokasi yang dimohon. Jika hal tersebut dibandingkan dengan Kecamatan Banyumanik maka lahan yang telah dibebaskan oleh pengembang di Kecamatan Tembalang jumlahnya jauh lebih kecil dari Kecamatan Banyumanik. Kondisi ini menyebabkan banyaknya lahan tidur di Kecamatan Tembalang, yang pada akhirnya juga menjadi penyebab pelayanan fasilitas seperti telepon dan transportasi menjadi terbatas. Fenomena ini merupakan salah satu pemicu terjadinya perkotaan terpencar, di mana penduduk tidak dapat mendirikan bangunan di lahan tersebut karena lahan tersebut telah dikuasai oleh para pengembang.

c. Perkembangan Kawasan Industri
Pengembangan kegiatan industri di wilayah pinggiran Metropolitan Semarang terdapat di Kecamatan Sayung, Kaliwungu dan Ungaran. Adanya kegiatan industri tersebut ternyata berdampak terhadap perkembangan wilayah pinggiran Semarang, khususnya daerah-daerah yang merupakan lokasi kegiatan industri. Pada umumnya daerah-daerah yang merupakan lokasi industri mengalami transformasi penduduk dari masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan yang lebih cepat dibanding daerah lain. Hal tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk di beberapa kecamatan di wilayah pinggiran Metropolitan Semarang yang cenderung meningkat sebagai indikasi perkembangan suatu wilayah kearah pinggiran perkotaan. Selain itu perkembangan wilayah pinggiran Metropolitan Semarang akibat kegiatan industri juga ditunjukkan oleh proporsi tenaga kerja sektor industri yang relatif besar dibandingkan sektor lain kecuali sektor pertanian.

d. Peningkatan Intensitas Pergerakan
Perkembangan daerah-daerah pinggiran Metropolitan Semarang baik dari aktivitas permukiman maupun industri menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas pergerakan sehingga dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan tertentu sebab terjadi peningkatan volume kendaraan pribadi. Selain itu, intensitas pergerakan juga meningkat pada kawasan-kawasan yang memiliki peruntukan lahan untuk kegiatan industri di Kecamatan Tugu, Genuk, Kaliwungu dan Sayung akibat penggunaan jalur transportasi bersama (jalur Pantura Jakarta – Surabaya) sehingga volume kendaraan yang lewat semakin meningkat.

Selain itu pembangunan jalur transportasi darat yang baru di Metropolitan Semarang mampu mendorong perkembangan wilayah di sekitarnya yang ditandai dengan adanya peningkatan intensitas pergerakan. Berikut ini adalah pembangunan prasarana jalan yang mempengaruhi perkembangan wilayah pinggiran Metropolitan Semarang:
  1. Arteri Primer yang menghubungkan Kota Semarang – Bawen – Yogyakarta serta Semarang – Bawen – Solo. Jalur ini merupakan jalur propinsi dengan intensitas pergerakan tertinggi. Menyebabkan perkembangan Kota Ungaran dan sekitarnya, selain akibat adanya kegiatan industri yang dialokasikan di sekitar Ungaran.
  2. Kolektor Primer, menghubungkan Kota Semarang – Purwodadi yang berpengaruh terhadap perkembangan Kota Mranggen sebagai daerah permukiman.
  3. Pembangunan Jalan Tol Semarang yang mehubungkan Jalan Sukun – Teuku Umar – Krapyak – Majapahit – Kaligawe yang menyebabkan perkembangan beberapa wilayah pinggiran di Metropolitan Semarang.
  4. Pembangunan beberapa jalan arteri seperti jalan arteri di daerah Pedurungan yang menyebabkan perkembangan Kecamatan Pedurungan menjadi lokasi permukiman.
Besarnya arus pergerakan manusia ditandai dengan seberapa besar tingkat ulak-alik (comutting) penduduk setempat dalam menjangkau aktifitas perkotaan. Seperti diketahui bahwa banyaknya permukiman di kawasan Banyumanik berdampak serius pada menjejalnya sistem aktifitas yang ada. Sementara ini penduduk Banyumanik yang notebene-nya adalah pendatang menyebabkan arus pergerakan lebih terkonsenrasi pada CBD (central business district) terdekat seperti Kota Semarang dan Ungaran, karena kedua kota ini merupakan tujuan aktifitas maupun tempat bekerja penduduk Banyumanik. Selain itu pergerakan aktifitas kawasan masih terkonsentrasi pada kawasan-kawasan strategis yang berada pada jalur transportasi dengan memanfaatkan potensi pasar.

F. 2 Pola Keruangan Perubahan Pemanfaatan Lahan 
a) Intensitas Lahan Terbangun
Intensitas lahan terbangun di kawasan pinggir Kota Semarang pada tahun 2001 relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan lahan tidak terbangun. Kondisi lahan terbangun yang ada di wilayah pinggiran Kota Semarang sudah mencapai angka 30% kecuali di Karangawen, Kaliwungu dan Pringapus masih dibawah 20%. Pada kawasan yang lahan terbangunnya masih berada di bawah 20% secara riil masih memiliki kelonggaran dalam hal pendirian bangunan baru. Sementara pada kawasan yang memiliki prosentase lahan terbangun di atas 30% seperti di Mranggen, Boja, Sayung, Ungaran dan Bergas, kontrol terhadap pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang harus diperketat. Karena pada kawasan ini sebagian besar merupakan lahan persawahan sebagai salah satu basis sumber pangan Metropolitan Semarang.

Proporsi intensitas lahan terbangun paling besar adalah lahan permukiman dan perumahan. Lokasinya tersebar di Banyumanik dan Tembalang, dengan pola ruang yang tidak terstruktur dan bersifat sporadis.

b) Sebaran Fasilitas-Fasilitas Perkotaan
Sebaran fasilitas-fasilitas perkotaan pada umumnya masih terpusat di CBD Semarang. Pada Kawasan Sub-urban Kota Semarang sebaran fasilitas-fasilitas perkotaan sebagian besar berupa aktivitas industri, perumahan dan pendidikan. Wilayah pinggiran yang ditumbuhi kawasan industri paling banyak adalah di Kecamatan Sayung sepanjang Jalan Arteri Primer Semarang – Demak (Pantura). Selain itu di Kecamatan Tugu juga tak kalah pesatnya yaitu di sepanjang Jalan Arteri Primer Semarang – Kendal. Di selatan Kota Semarang pertumbuhan industri terdapat di sepanjang ruas jalan menuju Ungaran. Sedangkan untuk perumahan tumbuh dan berkembang di Ngalian sebagai dampak akan kebutuhan tempat tinggal bagi buruh industri yang ada di Kecamatan Tugu. Selain di Kecamatan Tugu, pengembangan perumahan juga tumbuh pesat di Kecamatan Banyumanik, yang menjawab kebutuhan tempat tinggal bagi pembukaan titik pertumbuhan baru yang dianggap cepat. Selain itu juga merupakan antisipasi kebutuhan akan perumahan bagi tumbuhnya pusat pendidikan tinggi yakni Kampus Baru UNDIP di Tembalang.

c) Sistem Jaringan Transportasi
Jaringan transportasi di pinggiran Metropolitan Semarang tidak terlepas dari sistem yang ada di dalam Kota Semarang sendiri. Akses ke luar Kota Semarang dihubungkan oleh 5 (lima) jalan arteri, empat diantaranya arteri primer yaitu: Jalan Semarang – Demak/Surabaya, Jalan Semarang – Kendal/Jakarta, Jalan Semarang – Purwodadi Jalan Semarang – Ungaran/Yogyakarta dan satu jalan arteri sekunder dari Semarang menuju arah Boja.

Di dalam Metropolitan Semarang sendiri terdapat Jalan Tol Semarang. Di sebelah barat berpangkal di Krapyak, sedangkan sebelah timur berawal di Kaligawe yang kedua-duanya bertemu di pintu tol Jatingaleh. Akhir dari tol ini adalah di Banyumanik selanjutnya menyebar atau terus ke Jalan Setiabudi langsung menuju Yogyakarta atau Solo.

Permasalahan yang muncul sehubungan dengan transportasi di pinggiran Metropolitan Semarang ini adalah kurang terkoordinirnya aktivitas angkutan perkotaan, dimana dibiarkannya mobil pribadi dijadikan angkutan umum. Permasalahan ini muncul akibat kurangnya moda transportasi yang ada di pinggiran kota. Selain itu masih banyak kawasan pinggiran yang belum tersentuh oleh jalur angkutan kota, maka muncul terminal ojek bagi warga yang membutuhkan dengan biaya cukup tinggi bila dibandingkan dengan angkutan kota.

G. Faktor-faktor Penyebab
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya sub-urbanisasi di wilayah pinggiran Metropolitan Semarang antara lain:
  1. Harga Lahan Perkotaan yang Semakin Mahal dan Meningkatnya Penjualan Lahan di Kawasan Pinggiran Metropolitan Semarang.
  2. Pembangunan Kota Berbasis pada Perluasan Jaringan Transportasi
  3. Peningkatan Permintaan Perumahan bagi Masyarakat Golongan Menengah ke Atas.
H. Dampak-dampak yang Timbul
Dampak yang ditimbulkan dari sub-urbanisasi di wilayah pinggiran Metropolitan Semarang adalah sebagai berikut:
a) Peningkatan Kemacetan Lalu Lintas pada Pintu-pintu Masuk Kota
Perkembangan wilayah pinggiran yang tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas yang memadai mampu memberikan permasalahan tersendiri bagi kota induk salah satunya adalah kemacetan lalu lintas. Hal ini disebabkan penduduk di wilayah pinggiran sebagian besar aktivitasnya masih berlangsung di kota induk sehingga pada saat mereka akan melakukan aktivitasnya di kota secara bersamaan akan terjadi kemacetan lalu lintas akibat penumpukan kendaraan pribadi di pintu masuk kota. Hal ini dapat dilihat di salah satu wilayah pinggiran Metropolitan Semarang, yaitu Mranggen, dimana pada pagi dan sore hari terjadi kemacetan lalu lintas akibat penumpukan kendaraan pribadi (sepeda) maupun angkutan umum yang membawa penduduk Mranggen bekerja di Semarang.
Selain itu perkembangan Banyumanik yang membentuk sistem aktivitas kota mengakibatkan terjadinya perubahan guna lahan yang cenderung menyebar/meloncat (froging) sehingga tidak membentuk sistem fungsi lahan yang compact. Selain itu perkembangan sektor-sektor perdagangan, industri dan jasa di ruas jalan tersebut berdampak kepada terganggunya sistem transportasi wilayah. Salah satunya adalah kondisi kelas jalan sudah tidak mampu lagi menahan beban arus lalu lintas dan jenis kendaraan yang melintasinya. Adapun industri-industri yang berada pada ruas jalan tersebut diantaranya PT. Kubota Indonesia, PT. Yuwono Setiabudi, PT. Jamu Jago, PT. Mega Rubber Factory, dan lain-lain. Pengaruh yang tidak kalah penting adalah keberadaan Swalayan ADA dan pintu tol Banyumnaik dan Jatingaleh.

b) Perkembangan Kota yang Tidak Beraturan
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menuntut adanya kebutuhan ruang kota guna mampu menampung aktivitas penduduk yang selalu berkembang. Di satu sisi perkembangan aktivitas penduduk kota mendorong perubahan dan perkembangan kebutuhan lahan dan ruang kota, sedangkan di sisi lain kebutuhan lahan kota yang terbatas menyebabkan pemenuhan kebutuhan akan ruang kota, salah satunya terpenuhi di wilayah pinggiran kota induk.

Seperti pertumbuhan penduduk Banyumanik yang tinggi menuntut adanya pengendalian pemanfaatan lahan kota yang mampu menampung aktivitas penduduk yang juga selalu berkembang. Penyebab utama ketidak teraturan guna lahan disebabkan oleh tidak meratanya persebaran fasilitas kota yanhg hanya terkonsentrasi di salah satu pusat kota saja. Dengan kata lain perkembangan fasilitas fisik meloncat (urban sprawl) sehingga tidak ada kesatuan dari perkembangan ruang-ruang aktivitas perkotaan yang menyebabkan perkembangan lahan perkotaan menjadi tidak terkendali.

KESIMPULAN
Dampak dari urbanisasi di wilayah pinggiran ditinjau dari segi lingkungan hidup adalah turunnya kualitas lingkungan hidup seperti tingkat polusi dan kebisingan di kawasan semakin meningkat, hilangnya lahan konservasi dan penurunan muka air tanah akibat tingginya pemenuhan akan lahan terbangun. Kenyataan penurunan luasan lahan konservasi maupun penurunan muka air tanah akan menimbulkan bencana banjir, longsor pada kawasan lokal maupun kawasan di bawahnya.

Pertambahan jumlah penduduk dan penggunaan lahan berdampak langsung kepada struktur ekologis lingkungan seperti berkurangnya daya permeabilitas tanah, suhu udara yang meningkat, berkurang kandungan air tanah dalam bumi dan berkurangnya sistem drainase alam. Seperti pada kawasan Banyumanik, indikasi ke arah tersebut sudah terlihat dengan adanya gejala yang terjadi seperti ;
  1. Tingginya intensitas penggunaan lahan kawasan yang mengabaikan persyaratan KDB dan KLB sehingga kepadatan kurang terkendali dan tingkat run off yang tinggi kepada wilayah di bawahnya.
  2. Berkurangnya lahan kosong sebagai drainase dengan meningkatnya intensitas lahan terbangun seperti di kelurahan Banyumnaik, Ngesrep dan Sumurboto.
  3. Berkurangnya ruang hijau akibat aktivitas penggunaan lahan yang tidak teratur seperti di beberapa jalur tranportasi kawasan.
READ MORE - Perpindahan dari Desa ke Kota

Thursday, July 1, 2010

Sistem Manajemen Informasi Rumah Sakit

Sistem Manajemen Informasi Rumah Sakit
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH
Rekam Medis merupakan salah satu system penting yang berperan di Rumah Sakit. Banyak data – data penting Rumah Sakit yang diolah dan dikelola oleh Unit Rekam Medis.
Tetapi apabila data yang harus diolah dan dikelola tidak didukung dengan sarana dan fasilitas yang baik, maka hal ini akan memperlambat cara kerja petugas dan itu akan berakibat pada mutu atau kualitas Rumah Sakit yang bersangkutan.

Salah satu teknologi yang digunakan di Rumah Sakit adalah komputerisasi.Namun jika system computer ini tidak rancang sesuai dengan prosedur kerja dari masing – masing bagian maka system ini tidak akan berpengaruh bagi rumah sakit..
Maka dari itu dalam makalah ini saya akan membahas mengenai perancangan database untuk mempermudah petugas dalam menggunakan system komputerisasi pada bagian Unit Rawat Jalant (URJ)

BAB II
PEMBAHASAN

Untuk memperudah penggunaan sistem komputerisasi pada pelayanan rekam medis di Rumah Sakit maka dibutuhkan system database yang berkaitan dengan prosedur – prosedur tetap pada pelayanan baik di unit pencatat data maupun unit pengolah data. Di sini saya akan membahas mengenai rancangan database pada Unit Rawat Jalan (URJ)

RANCANGAN DATABASE

1. ISI
Di dalam Unit Rawat Jalan (URJ) petugas rekam medis yang bersangkutan mamiliki tugas untuk mencatat data – data pasien diantaranya:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
d. Diagnosis
e. Terapi
f. Tindakan (bila ada)
g. Hasil Akhir Pelayanan

Data – data diatas dicatat dengan fungsi sebagai pencatat data pelayanan klinis dan pencatat data kegiatan Unit Rawat Jalan (URJ)

2. ASKES
Dalam aspek ini petugas harus tau bagaimana cara mengakses data dan petugas harus mengetahui batasan – batasan kerjanya sendiri..Untuk bagian Unit Rawat Jalan system database disusun berdasarkan kegiatan unit rawat jalan.
  1. Petugas menerima DRM dari TPPRJ dan menandatangani buku ekspedisi sebagai bukti serah terima DRM.
  2. Mencatat data pelayanan klinis pada formulir rekam medis
  3. Bila dirujuk ke IPP,membuat surat perintah atau surat permintaan pemeriksaan penunjang sesuai bagian yang dikehendaki.
  4. Menempelkan hasil pemeriksaan penunjang pada formulir penempelan formulir hasil pemeriksaan penunjang atau di lampirkan pada folder DRM pasien yang bersangkutan
  5. Bila dirujuk ke pelayanan khusus, mencatat atau menulis perintah yersebut pada formulir perjalanan penyakit rawat inap.
  6. Melamppirkan semua formulir rekam medis hasil pelayanan dari ruangan pelayanan khusus tersebut pada folder DRM rawat inap pasien yang bersangkutan.
  7. Menulis perintah pada formulir perintah di rawat (admission note) atau surat pengantar rawat inap bagi pasien yang harus di rawat inap.
  8. Bila pasien dating sebagai pasien rujukan maka petugas membuat jawaban rujukannya
  9. Mencatat kegiatan pelayanan di URJ pada sensus harian poliklinik.
  10. Setelah selesai pelayanan , kegiatanya yaitu:
  • Menyerahkan SHRJ dg DRM rawat jalan bagi pasien yang tidak di rawat inap
  • Mencatat kegiatan pelayanan diURJ pada register pelayanan pasien rawat jalan
  • Membuat laporan kegiatan pelayanan URJ berdasarkan register pelayanan pasien rawat jalan.
    11. Melengkapi data pada DRM yang belum lengkap isinya setelah di teliti oleh fungsi assembling.

3. ORGANISASI
bertujuan untuk memisahkan antara pengguna internal dan pengguna eksternal sehingga tidak terjadi kesalahan dalam input data atau akses data.

4. AKURASI
Keakurasian data sangat berpengaruh,karena itu menyangkut data data pada pasien.Akurasi dapat dikatakan juga sebagai fungsi assembling yang bertugas mencari ketidaklengkapan data.untuk itu sebelum data disimpan, data harus diteliti dulu apakah data tersebut sudah benar atau belum.

5. INTEGRITAS
Agar data tetap up to date maka dalam melakukan input data akurat dan tepat waktu agar kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan baik.

6. KEAMANAN
Agar data-data tersebut tetap aman maka harus digunakan kode ID, untuk menjaga agar data tersebut tidak diubah oleh orang yang tidak bertanggung jawab.


7. PRIVASI
Dengan adanya kode ID maka data tersebut akan aman dan tidak semua orang bias membukanya.Dan,data tersebut dapat ditampilkan namun tidak dapat diubah oleh orang yang tidak berwenang.

8. BEAYA
Pada system komputerisasi modal awalnya memang cukup besar,karena harus menggunakan beberapa unit computer.tetapi jika di bandingkan dengan system manual maka biaya tersebuttidak seberapa karena system komputerisasi digunakan untuk jangka panjang.sedangkan pada system manual memang biaya awalnya lebih sadikit tetapi jika untuk jangka panjang maka system manual akan lebih boros daripada komputerisasi karena harus menyediakan kertas secara terus menerus.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
  1. System database dapat mempermudah system kerja petugas.
  2. Dalam penggunaan system database diperlukan aspek yang saling berhubungan yaitu isi, akses, organisasi, akurasi, integritas, keamanan, privasi dan biaya.
  3. Dalam database harus menggunakan kode ID agar data tersebut tetap aman.
  4. Database baru dapat berjalan dengan lancar bila semua aspek sudah terpenuhi
  5. Sistem komputerisasi membutuhkan biaya yang relatif tidak bayak dibandingkan dengan sistem manual.
READ MORE - Sistem Manajemen Informasi Rumah Sakit

Sunday, June 27, 2010

Perkembangan Teknologi Informasi

Backup System Aplikasi Registrasi Telkom Flexi Prabayar PT.Telkom Divre IV Semarang
(Tugas Akhir Perkembangan Teknologi Informasi)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya perkembangan teknologi informasi menjadi suatu hal yang tidak bisa dibendung lagi, mereka berjalan melebihi kapasitas dan kemampuan daya nalar manusia pada umumnya. “Sampai era 80-an kita berkutat dalam masalah teknologi industri dan infrastruktur industri masal, era pasca 80-an dan sampai awal 90-an kita memfokuskan dari pada mutu (quality), tetapi sekarang kita berlomba dalam kecepatan pada perkembangan teknologi informasi (information technology)” (Bill Gates, Saraf Digital, Microsoft Press, 1998).

Dengan semakin berkembangnya peningkatan pembangunan dan kemajuan teknologi di dunia sekarang ini. Telepon merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting, baik sebagai sarana kehidupan kita maupun sebagai prasarana itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh atau peranan Sistem Pelayanan Pelanggan Baru untuk pemasangan telepon rumah di PT. TELKOM

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis mengindentifikasi beberapa masalah yang menjadi pokok pembahasan, yaitu bagaimana perkembangan dunia usaha yang dihadapi PT. TELKOM dewasa ini yang berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi yang cepat, akurat, handal, relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini bisa dipenuhi dengan menggunakan Sistem Aplikasi Pelayanan Pelanggan Baru Berbasis Client Side.

Penelitian ini dilaksanakan di PT. TELKOM SEMARANG dan hasil penelitian ini menunjukan besar harapan Pelayanan Pelanggan Baru di PT. TELKOM Semarang sudah cukup memadai. Dimana kecepatan teknologi informasi telah berkembang sedemikian pesatnya. Hal ini di sebabkan karena kita haus akan informasi dan technology, agar kita tidak tertinggal oleh perkembangan zaman yang mengalami perubahan setiap waktu. Salah satu teknologi yang berkembang pesat yaitu mobile phone atau yang disebut dengan handphone, perkembangan handphone sedemikian pesatnya sehingga penyedia jasa telepon selular harus memiliki sumber daya teknologi yang canggih misalnya system penerimaan dan regristasi pada pelanggan baru untuk memuaskan pelayanan pelanggan telepon selular. Salah satu penyedia jasa telepon seluler yaitu Telkom dengan salah satu produknya yaitu Flexi.
Ketersediaan pelayanan yang cepat, akurat dan menyeluruh disamping akan membantu dalam proses pelayanan terhadap pelanggan, juga akan sangat membantu dalam membenahi managerial perusahaan dan membantu perusahaan untuk menentukan langkah-langkah berikutnya yang akan diambil sebagai kebijakan. Pada saat ini PT. TELKOM selaku penyedia Kartu Prabayar Flexi dalam operasionalnya untuk melakukan pemrosesan data khususnya yang berkaitan dengan pelanggan baru, penyusunan laporan pemasukan data pelanggan sudah dilakukan secara komputerisasi yaitu dengan menggunakan media program aplikasi Customer Care Flexi ( CCF ). Dimana proses pengolahannya masih mengalami kendala atau yang disebut juga error, sehingga pelanggan yang datang di Plasa TELKOM maupun regristasi Online melalui Telepon Selular sering merasa kecewa, maka untuk itu saya mempunyai rencana bahwa dengan adanya backup system aplikasi CCF maka pelanggan yang datang di Plasa Telkom tidak merasa kecewa di karenakan adanya System Backup Aplikasi Regristasi Flexi Prabayar.

Sistem yang dibangun ini mampu melakukan proses pengolahan data pelanggan baru dan pelaporan semua data yang dibutuhkan. Dengan sistem tersebut dapat meng backup sistem lama jika terjadi error sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Kecepatan perkembangannya menimbulkan efek yang cukup signifikan terhadap pemikiran dan kebiasaan manusia. Kualitas dan pelayanan yang cepat menjadi harapan dan keinginan yang menjadi biasa. Hal tersebut menjadi suatu bahan pemikiran dan analisis yang harus diterapkan dalam setiap rencana dan kebijakan yang akan diambil hususnya perusahaan-perusahaan yang berhubungan langsung dengan konsumen dalam operasionalnya.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat yang telah dipaparkan pada Latar Belakang Masalah dan berdasarkan penelitian yang secara langsung telah dilakukan pada PT. TELKOM Semarang maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
Bagaimana membuat Sistem Backup Aplikasi Regristasi Pelayanan Pelanggan Baru yang berbasis client side pada PT. TELKOM Semarang ”.

1.3 Tujuan Dan Manfaat
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk membangun sebuah system backup Aplikasi regristasi pengolahan data pelanggan Baru Yang Berbasis Client Side pada PT. TELKOM T.bk Semarang.
Sedangkan tujuannya adalah sebagai berikut: Membuat ”Sistem Backup Aplikasi Regristasi Pelayanan Pelanggan Baru yang berbasis client side pada PT. TELKOM T.bk Semarang ”.
Manfaat Peneliti ini adalah:

a. Akademi
Menambah Ilmu Pengetahuan tetang Teknologi Informasi

b. Perusahaan
Menigkatkan kwalitas pelayanan jasa PT Telkom T.bk

1.4 Batasan Masalah
Berkaitan dengan Judul Penelitian ini, maka pembahasan dibatasi pada pelanggan baru, yang meliputi proses registrasi pelanggan baru kartu pra bayar Flexi yang meliputi:
 1. Bagian Pelayanan Pelanggan Baru (Sampel).
     a. Pengguna (User )
User yang berada di bagian regristasi pelanggan (sampel) ini yaitu seorang pegawai TELKOM yang bertugas mengolah data pelanggan baru yang telah di validasi untuk di input.
 2. Penyediaan data master pelanggan baru yang akan regristasi untuk di input.

1.5 Kerangka Pemikiran
Penelitian yang dilakukan adalah menggunakan metodologi penelitian deskriptif analisis, yaitu dengan cara menggambarkan secara tepat data yang ada di lapangan kemudian membandingkannya dengan teori-teori yang berlaku.

Penelitian dilakukan sebagai suatu usaha untuk mengumpulkan data, menyusun, mencatat, mengklasifikasikan, menganalisa, menginterpretasikan serta menganalisa fakta-fakta mengenai suatu masalah.
1.6 Teknik Pengumpulan Data
      Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
      a. Wawancara
Dila1kukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan yang dilakukan dengan wawancara langsung dengan pihak TELKOM.
     b. Studi kepustakaan
Memberikan wawasan baru bagaimana suatu aplikasi berbasis client side terhubung dengan remote database (MySQL).
1.7 Metodologi Pengembangan Sistem
      Langkah langkah yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:
      
      1. Sistem Enginering
          Proses menentukan segala hal yang diperlukan dalam pengembangan sistem.
     
      2. Analisis
Penguraian dari sistem informasi yang utuh kedalam bagian-bagian komponennya dengan maksud mengidentifikasikan dan mengevaluasikan permasalahan-permasalahan, kesempatan-kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikannya.
     3. Perancangan (Design)
Perancangan ini terdiri dari dua bagian, yaitu : perancangan awal berupa transformasi keperluan kedalam arsitektur data dan perangkat lunak, kemudian dilanjutkan dengan perancangan rinci berupa perbaikan model arsitektur dalam pembuatan struktur data dan algoritma secara rinci dari perangkat lunak dan Design dalam langkah ini menggunakan alat Use Case diagram,Class diagram,Sequence diagram.
     4. Pengkodean (Coding)
Pada tahap ini dilakukan proses penerjemahan dari keperluan data atau pemecahan masalah yang telah dirancang kedalam bahasa pemrograman komputer yang ditentukan.
     5. Pengujian (Testing)
Setelah program selesai dibuat, maka tahap berikutnya adalah uji coba terhadap program tersebut.
     6. Maintenance
Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana perangkat lunak yang sudah selesai dan dapat mengalami perubahan-perubahan atau penambahan-penambahan sesuai dengan user. Tahap ini tidak dilakukan mengingat penelitian ini dilakukan untuk kerja praktek dan dikerjakan dalam waktu terbatas.

Dari semua tahap pada metode diatas, dalam penelitian untuk kerja praktek ini penulis hanya memakai lima tahap yang ada saja yang dipakai adalah sistem enginering, analisiss, design, kode, testing.
1.8 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika penulisan laporan kerja praktek terdiri dari bab yang perinciannya sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan, pembatasan masalah, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori
Berisi tentang landasan teori mengenai permasalahan yang dibahas.

Bab III : Analisa Masalah dan Perancangan Sistem
Dalam bab ini berisi mengenai uraian analisa dari masalah yang diangkat serta perancangan sistem Aplikasi Pelayanan Pelanggan Baru PT. TELKOM Semarang.

Bab IV: Implementasi dan Pengujian
Dalam bab ini berisi tentang implementasi dari Sistem Aplikasi Pelanggan Baru Berbasis client side yang telah dihasilkan dan di uji penggunaannya.Software yang digunakan untuk front end yaitu Delphi 7 dan back end dengan MySQL, yang kami lihat cukup jika digunakan dalam komputer yang telah dimiliki PT. TELKOM Semarang tersebut. Yaitu pentium IV dengan procesor 1,8 Mhz, ram 256 dan hardisk 80 Giga dan windows yang digunakan windows xp service pack 2.

Bab V : Kesimpulan dan Saran
Berisi tentang kesimpulan dari masalah yang dibahas serta saran-saran dari penyusun.

ORDER: PO TA SISTEM INFORMASI 001
Download
READ MORE - Perkembangan Teknologi Informasi

Metodologi Penelitian

DAMPAK STRUKTUR KEPEMILIKAN SAHAM MANAJERIAL PADA RETURNS DAN RISIKO OBLIGASI PERUSAHAAN
TEORI

Tugas Metodologi Penelitian - Penelitian tentang hubungan antara kepemilikan saham manajerial dengan penilaian obligasi belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu lebih memusatkan perhatian pada peranan alat proteksi utang dalam pengaruhnya terhadap nilai obligasi. Dalam penelitian tersebut diawali dampak variabel karakteristik obligasi (seperti keberadaan bond covenant, sinking fund' maupun pemeringkatan utang) terhadap penilaian obligasi perusahaan. Sebagai contoh Smith dan Warner (1979). Mereka telah menguji sifat protektif covenant dalam perjanjian utang dan berpendapat bahwa pembatasan-pembatasan aktivitas pemegang saham dipengaruhi oleh bond covenant. Restriksi kebijakan pendanaan dan pembayaran dividen secara tertulis mendorong pemegang saham untuk mengikuti kebijakan investasi yang memaksimumkan nilai perusahaan.

Cook dan Easterwood (1994) telah menguji dampak penerbitan utang dengan dan tanpa bond covenant terhadap peredaran utang dan saham, dan menunjukkan bahwa covenant mempengaruhi nilai yang diterima pemegang saham secara negatif dan mempengaruhi nilai yang diterima pemegang obligasi secara positif, sementara penerbitan utang tanpa bond covenant tidak mempunyai pengaruh.

Dyl dan Joehnk (1979) telah mengamari dampak penerbitan obligasi dengan sinking fund terhadap biaya utang (required retimes} dan berpendapat, bahwa penggunaan sinking fund dalam obligasi dapat menurunkan returns yang diminta investor obligasi dan sinking funt tersebut dapat memberikan sinyal kualitas kredit perusahaan (Wu 1993). Penelitian lain juga memusatkan perhatian pada respon pasar terhadap perbedaan peringkat utang (obligasi). Sebagai contoh. Hand et al. (1992) telah membuktikan bahwa pengumuman perubahan peringkat obligasi berdampak pada harga obligasi dan Liu et at. (1999) juga mendokumentasikan bahwa pasar obligasi merespon pengumuman pembahan peringkat menurun lebih besar dibandingkan perubahan peringkat naik. Peringkat obligasi merupakan indikator risiko kegagalan (default risk), sehingga peringkat obligasi tersebut menunjukkan tingkat kepastian dan jaminan bagi investor mengenai tingkat risiko dan returns obligasi yang dimiliknya.

Tidak semua perusahaan akan beruntung melalui penerbitan obligasi terproteksi. Bae et al. (1994) menemukan bahwa (1) perusahaan-perusahaan dengan biaya keagenan atas utang relatif lebih besar akan memperoleh keuntungan dari penerbitan obligasi terproteksi, dan (2) keuntungan perusahaan penerbit obligasi terproteksi secara signifikan lebih kecil dibandingkan perusahaan penerbit obligasi tanpa proteksi.

Sedangkan McDaniel (1986) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan industri besar memiliki proteksi obligasi secara ekstrim lemah, sehingga meskipun penggunaan bond covenant ini mengurangi biaya keagenan atas utang, tetapi proteksi yang ditawarkan tidak dapat mengeliminir secara total perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan pemegang obligasi. Hal yang sama dikemukakan oleh Bagnani et al. (1994).

Allen et al. (I987) juga meragukan keandalan proteksi covenant dan menyatakan, bahwa" refunding protection usually isn't worth the paper its-written on." Lebih lanjut, dipertanyakan dalam paper mereka, kenapa perusahaan-perusahaan terus menerbitkan obligasi dengan proteksi jika setiap covenant tidak berpengaruh terhadap return obligasi.

Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penelitian yang dilakukan oleh Bagnani et al. (1994) telah memusatkan perhatian pada hubungan kepemilikan manajerial dengan penilaian obligasi perusahaan yang diperdagangkan di Amerika. Dalam laporan hasil penelitian tersebut dikemukakan bahwa risiko dan returns obligasi dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajerial, ceterisparibus.

Returns obligasi adalah perubahan harga dan pendapatan bunga berjalan (accrued interest) yang diterima dari penjualan obligasi. Ukuran nilai obligasi di Amerika pada umumnya, merupakan returns obligasi disesuaikan dengan perubahan tingkat suku bunga bebas risiko yang diwakili oleh returns dari Treasury Bond. Metode pengukuran nilai obligasi secara demikian, berarti telah meiiipertimbangkan faktor perubahan term structure dalam tingkat suku bunga. Pengukuran nilai obligasi secara demikian memangrealistis, tetacnfflyngkin tidak relevan diterapkan di Indonesia saat ini.

Tiga alasan menjadi dasar pendapat tersebut dikemukakan, karena (1) transaksi perdagangan obSigasi di pasar obligasi di Indonesia unnimnya tidak aktif (frekuensi tertinggi 11 kali di tahun 1998 dan 11 kaii di tahm 1999),'' (2) suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SB!) yang biasa digunakan sebagai proksi suku bunga bebas risiko dan mewakili interest rate risk dalam penelitian obligasi di Indonesia pada umumnya memiliki masa jatuh tempo pendek, berbeda dengan masa jatuh tempo obligasi perusahaan (minimum 5 tahun), dan (3) pada tahun 1998, suku bunga SBI mengalami peningkatan tajam tak terkendali (lebih dari 70 persen per tahun), sehingga apabila digunakan sebagai pengendali dalam pengukuran nilai obligasi akan menghasilkan ukuran excess returns obligasi yang tidak wajar.

Struktur kepemilikan saham manajerial merupakan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajer (disebutALPHA). Mehran et al (1992) mengukur struktur kepemilikan saham manajerial sebagai persentase saham biasa yang dimiliki oleh para Chief Executive Qffusr ditambah kepemilikan oleh keluarga dekatnya, sedangkan Bagnani et al. (1994) mengukur struktur kepemilikan saham manajerial sebagai persentase saham biasa dan atau opsi saham yang dimiliki direktur dan officer. Dalam penelitian ini, struktur kepemilikan saham manajerial diukur sebagai persentase saham biasa yang dimiliki oleh Board of Management, di dalamnya terdapat direktur dan komisaris. Kepemilikan saham oleh komsaris dalam penelitian ini diakui sebagai kepemilikan manajerial, karena saham-saham perusahaan di Indonesia umumnya dimiliki oleh sekelompok keluarga tertentu yang berkedudukan sebagai komisaris perusahaannya, sehingga independensi direktur dari komisaris menjadi tidak ada.

Menurut Eiton dan Gruber (1995), perusahaan-pemsahaan besar kurang berisiko dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan kecil. Dengan kata lain, perusahaan kecil memiliki risiko lebih besar dibandingkan dengan perusahaan besar. Juga, semakin besar perusahaan, potensi mendiversifikasikan risiko (non sistemik)-nya semakin besar, sehingga membuat risiko obligasi perusahaan tersebut menurun (Bagnani et al. 1994). Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dari logaritma aset total. Diharapkan, ukuran perusahaan berdampak negatif pada returns obligasi perusahaan. Logaritma jumlah aset sebagai proksi ukuran perusahaan dihitung dari data keuangan perusahaan yang dilaporkan, pada akhir tahun (31 Desember) sebelum periode tahun pengamatan.

Leverage perusahaan (disebut, DR) adalah tingkat penggunaan surat berharga berpenghasilan tetap, seperti utang dalam struktur modal perusahaan. Rasio ini diukur atas dasar perbandingan nilai buku Jumlah aset dikurangi modal saham biasa dengan nilai pasar saham biasa perusahaan (Zion dan Shalit 1975). Sedangkan Bagnani et al. (1994) menggunakan rasio utang dibandingkan asset total sebagai wakil ukuran leverage l perusahaan.

Karakteristik obligasi dalam penelitian ini merupakan variabel dummy yang menunjukkan ada tidaknya kepastian dan jaminan dalam penelitian obligasi. Penelitian ini akan melihat dua karakteristik obligasi yang diharapkan berpengaruh pada returns obligasi, " yaitu variabel sinking jund (DMS) dan peringkat obligasi (DMR). Di Indonesia, lembaga yang berhak memberikan peringkat obligasi adalah PT. Pefindo. Lembaga ini memberikan peringkat obligasi yang dinyatakan dalam kualitas investasi (investment grade), yaitu tingkat kesanggupan membayar kembali.
READ MORE - Metodologi Penelitian

Cari Skripsi, Artikel, Makalah, Anti Virus

Custom Search