Software Anti Virus

Sunday, April 25, 2010

Ekonomi Yang Anti Rakyat

Tidak ada hal lain yang paling ditunggu-tunggu oleh rakyat pada era reformasi selain keberhasilan pembangunan ekonomi yang dapat mengangkat harkat dan martabatnya dari keterpurukan dan kesengsaraan. Pertumbuhan ekonomi pada era Orde Baru yang tumbuh secara menakjubkan, ternyata tidak ditopang oleh fondasi ekonomi rakyat yang kuat, sehingga dengan adanya badai krisis mata uang, langsung dapat menghancurkan sendi-sendi perekonomian lainnya. Hal ini tidak terjadi pada negara-negara tetangga kita yang ternyata mampu pulih kembali hanya dalam hitungan satu atau dua tahun. Gagalnya pemulihan ekonomi ini di antaranya karena tidak adanya perencanaan ekonomi yang terpadu, melainkan hanya melaksanakan kebijakan ekonomi tambal-sulam dalam kerangka ekonomi pasar bebas. Para perancang ekonomi selama ini sangat percaya kepada sistem ekonomi pasar bebas dan bahkan terkesan menuhankannya. Dengan penerapan prinsip ini, maka upaya pemberdayaan ekonomi rakyat oleh pemerintah tidak mendapat perhatian serius, karena dalam sistem pasar bebas, intervensi pemerintah dalam mengatur kegiatan ekonomi masyarakat dibuat sekecil-kecilnya. Pemerintah yang paling baik adalah pemerintah yang paling sedikit mengatur (the best government is the one who govern least). Itulah motto dari mereka yang menganut prinsip pasar bebas atau yang kita kenal sekarang penganut paham neo-liberal!

Karena itulah apabila sistem ini diterapkan dalam sebuah masyarakat yang para pelaku ekonominya belum setara (same level playing field) baik dalam hal pengetahuan dan manajemen, teknologi, permodalan, dan sebagainya, maka akan selalu terjadi si kuat memakan si lemah, si besar memakan si kecil, si pintar memakan si bodoh dan sebagainya. Inilah yang sekarang sedang berlangsung di negeri kita! 

Penerapan prinsip-prinsip pasar bebas di mana si kuat memakan si lemah ini tidak saja terjadi di dalam negeri tetapi juga dalam hubungannya dengan perekonomian internasional. Negara kuat akan memakan negara lemah, atau negara maju akan memakan negara berkembang. Lebih parah lagi, dalam keadaan perekonomian dalam negeri yang masih sangat rapuh, kita seolah-olah telah berani berlagak untuk tampil mengikuti liberalisasi perdagangan dan investasi di tingkat dunia yang dikomandani WTO (World Trade Organisation). Padahal dalam ketentuan-ketentuan WTO tersebut, kita masih dimungkinkan untuk melakukan proteksi atau campur tangan pemerintah dalam rangka melindungi perekonomian dalam negeri. 

Kasus-kasus keributan akibat perdagangan internasional saat ini semakin merebak. Kita masih ingat bagaimana para petani tebu protes beramai-ramai karena adanya kebijakan impor gula dengan harga yang lebih murah sehingga akan mematikan usaha jutaan petani dan buruh dalam negeri. Impor paha ayam dari Amerika Serikat yang sempat menghebohkan itu, adalah juga bukti dari para pemegang kebijakan sangat mendukung perdagangan bebas dunia walaupun harus mengorbankan nasib peternak dan produsen dalam negeri. Kita juga menyaksikan bagaimana buah-buahan impor begitu menguasai perdagangan di negeri kita. Belum lagi barang-barang lainnya, yang sesungguhnya pemerintah masih memiliki kekuasaan untuk melakukan proteksi dalam rangka mengembangkan produk dalam negeri sehingga kelak bisa lebih efisien dan mampu bersaing dengan terhormat.

No comments:

Post a Comment

Cari Skripsi, Artikel, Makalah, Anti Virus

Custom Search