Software Anti Virus

Friday, April 2, 2010

Cara Menghindari Timbulnya Penyakit Pasca Banjir

A. Bagaimana Cara Menghindari Timbulnya Penyakit Pasca Banjir?
  1. Bersihkan lingkungan tempat tinggal, kumpulkan dan buanglah sampah yang terbawa arus air ke dalam lubang dihalaman rumah / atau ketempat sampah. Bersihkan lantai & dinding didalam rumah bersihkan dengan cairan desifektan
  2. Kuburlah lubang-lubang bekas air.
  3. Air sumur atau air keran yang berpotensi terkontaminasi, sebaiknya tidak digunakan dulu , meskipun akan dimasak/ direbus dulu sebelum digunakan. Check dahulu air yang akan digunakan secara fisik ( warna, rasa, bau) dan diajurkan untuk menganalisa air secara kimia ( PH,Fe,Na, Ni, Chlor dll), dan biologi ( E Coli). Sampai dipastikan bahwa air tersebut layak untuk dikonsumsi.
  4. Pakai Alat pelindung yang beralas keras ( Sandal / sepatu) apabila berjalan dalam genangan air
  5. Tingkatkan daya tahan tubuh , minumlah supplemen vitamin, konsumsilah makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup
  6. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi
  7. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi sayuran yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan
  8. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air
  9. Cucilah tangan dengan sabun sebelum atau sesudah makan
  10. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya mandi & cuci tangan yang bersih.
  11. Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang ada
  12. Bagaimanakah mencegah penyebaran Leptospirosis. Pada orang yang pekerjaannya mempunyai resiko tinggi harus memakai pakaian, sepatu dan sarung tangan pengaman (PPE) untuk mengurangi pemaparan dengan bakteri. Mengenali dan menghilangkan kemungkinan terkena air dan tanah yang terkontaminasi selama aktivitas rekreasional, dan pengawasan binatang pengerat di tempat tinggal manusia dan hewan piaraan dapat mengurangi pemaparan
B. Langkah-langkah penanggulangan bidang Kesehatan
  1. Mengeluarkan himbauan kepada jajaran kesehatan di seluruh Provinsi Kalimantan Barat melalui bidang-bidang teknis untuk melakukan berbagai persiapan tindakan antisipasi timbulnya outbreak dampak kesehatan akibat asap dan akibat sampingan yaitu kekeringan/kemarau panjang, terutama di Kota Pontianak dan sekitarnya.
  2. Membuka Posko bidang kesehatan di Dinas Kesehatan Prov. Kalbardalam rangka penyediaan informasi dan fasilitasi bantuan tenaga kesehatan dan obat-obatan serta masker. Melakukan pemantauan/surveilans penyakit akibat asap dan kemarau.
  3. Melakukan pemantauan/surveilans penyakit akibat asap dan kemarau.
  4. Melakukan tindakan antisipasi akibat sampingan kabut asap yaitu kekeringan/kemarau dengan melakukan pemantauan kesehatan lingkungan yaitu persediaan air bersih di daerah-daerah rawan kekeringan, serta melakukan pembinaan dan bimbingan kepada masyarakat untuk mendapatkan air bersih yang sehat.
  5. Melakukan distribusi masker pada dinkes kabupaten/kota dan puskesmas, LSM, instansi terkait, sekolah-sekolah dan masyarakat serta pada even tertentu berdasarkan permintaan.
  6. Melakukan penyuluhan dan himbauan pada masyarakat melalui mass media, media elektronik dan surat-surat resmi pada akhir bulan Juli dan Agustus.
  7. Menyiagakan puskesmas dan rumah sakit daerah sebagai rujukan bagia masyarakat yang terkena dampak asap dan kemarau, dengan fasilitas (obat dan sarana) serta pelayanan yang sesuai dengan standar pengobatan dasar yang telah ditetapkan pemerintah.
  8. Berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Bapedalda, Pemda dan pihak keamanan untuk melakukan distribusi masker dan dalam rangka menyediakan informasi yang berkaitan dengan asap dan kemarau.
  9. Melakukan koordinasi dengan Pusat Penanggulangan Krisis Depkes dalam rangka memberikan laporan secara lisan dan bantuan binaan untuk penanggulangan dampak kesehatan akibat asap.
  10. Membuat laporan tertulis secara berkala setiap hari dalam 2 minggu kepada Satkorlak PB dan PPK Depkes.
C. Aspek Kesehatan Lingkungan

1. Tempat Pengungsian
Saat bencana terjadi tempat pengungsian darurat akan menjadi tujuan semua korban bencana. Untuk mengantisipasi masalah kesehatan lingkungan yang akan timbul maka dalam memilih, melengkapi, atau memperbaiki tempat pengungsian darurat sebaiknya melibatkan tenaga kesehatan dan ahli teknik pengairan. Di samping itu, ketika merencanakan lokasi pengungsian darurat semestinya dipertimbangkan juga dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan jangka panjang di sekitar area tersebut (Wisner dan Adams, 2002).

Tidak semua penduduk akan mengungsi ke tempat pengungsian bersama. Kadang-kadang penduduk korban bencana mengungsi ke rumah saudara atau tetangganya. Pada kondisi seperti ini perlu diinformasikan pada mereka bahwa suplai air mungkin terkontaminasi dan air permukaan mungkin terkontaminasi kotoran. Informasi mengenai metode sederhana penyaringan, sedimentasi, penyimpanan, dan disinfeksi seharusnya diberikan. Perlu juga dilakukan pendistribusian tablet klorinasi atau pemutih air untuk disinfeksi air di rumah. Hal yang sangat penting pula adalah mengamankan air minum yaitu mulai dari penyaringan, perebusan, disinfeksi, menyimpan dalam air tertutup, dan sebagainya. Juga menginstruksikan pada mereka tentang pembuangan sampah yang aman, tempat buang air besar, dan terapi rehidrasi oral bagi anak yang terkena diare (Wisner & Adams, 2002).
2. Suplai Air
Prioritas utama di tempat pengungsian adalah menyediakan jumlah air yang cukup, walaupun kualitasnya buruk, dan mencegah sumber air dari kontaminasi. Suplai air seharusnya dilakukan dengan atau sebagai bagian dari program promosi kesehatan yang bekerja sama dengan penduduk yang terkena dampak (Wisner & Adams, 2002).

Kebutuhan dan ukuran kedaruratan suplai air jangka pendek mungkin berbeda menurut komunitas desa atau semikota, situasi perkotaan dimana pusat layanan air tersedia, populasi di pemindahan lokasi atau penampungan sementara. Komunitas pedesaan biasanya kurang rentan terhadap terganggunya suplai air saat bencana daripada komunitas perkotaan karena suplai air umumnya terdesentralisasi dan menggunakan teknologi yang sederhana, dan seringkali sumber alternatifnya ada. Namun bencana tertentu seperti banjir dan kekeringan akan berdampak lebih besar pada area pedesaan dibandingkan area perkotaan. Pada area perkotaan, prioritas seharusnya diberikan pada area kota yang suplai airnya terganggu atau terkontaminasi, tapi tidak punya sumber alternatif (Wisner & Adams, 2002).

Jumlah minimum air yang diperkenankan untuk perorangan untuk minum, masak, dan kebersihan ditentukan oleh United Nations High Commisioner for Refugees (1992a) sebanyak 7 liter per hari per orang selama periode darurat jangka pendek. Pada kebanyakan situasi, kebutuhan air mungkin lebih banyak yaitu : 15-20 liter per hari per orang untuk penduduk umum, 20-40 liter per hari per orang untuk beroperasinya sistem pembuangan kotoran, 20-30 liter per hari per orang untuk dapur umum, 40-60 liter per hari per orang untuk rumah sakit terbuka atau pusat pertolongan pertama, 5 liter per pengunjung untuk masjid, 30 liter per hari per sapi atau unta untuk hewan ternak, dan 15 liter per hari per kambing atau hewan kecil lainnya. Tambahan 3-5 liter per orang per hari dibutuhkan untuk minum dan masak, suplai air yang cukup penting untuk mengontrol penyebaran penyakit yang ditransmisikan karena kurangnya kebersihan (water washed diseases) bahkan jika suplai air tidak memenuhi petunjuk kualitas air minum yang ditetapkan WHO atau standard nasional (Wisner & Adams, 2002).

Air yang diduga terkontaminasi mikroorganisme harus direbus minimal 10 menit sebelum penggunaan. Air yang terkontaminasi bahan kimia, minyak atau gasoline tidak dapat ditreatment dengan perebusan atau klorinasi. Karena itu jika polusi air karena bahan kimia atau minyak terjadi sebaiknya air tidak digunakan lagi, dan harus disediakan air dari sumber lain (Koren dan Bisesi , 2003).
Sesudah bencana, penilaian kerusakan sumber air yang tersedia dan kebutuhan yang belum terpenuhi akan memudahkan tenaga kesehatan mengatur sumber-sumber yang dibutuhkan.
3. Sanitasi
Feses manusia mengandung banyak organisme yang menyebabkan penyakit meliputi virus, bakteri, dan telur atau larva dari parasit. Mikroorganisme yang ada pada feses manusia mungkin masuk ke tubuh melalui makanan, air, alat makan dan masak yang terkontaminasi atau melalui kotak dengan benda-benda yang terkontaminasi. Diare, kolera, dan typhoid tersebar dengan cara ini dan penyebab utama kesakitan dan kematian dalam bencana dan kedaruratan. Sedangkan urin relatif kurang berbahaya, kecuali di area dimana schistosomiasis karena urin terjadi (Wisner & Adams, 2002).
Sullage (sampah cair dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian) mengandung organisme yang menyebabkan penyakit, khususnya dari pakaian kotor, tapi bahaya kesehatannya terjadi terutama ketika berkumpul di daerah dengan pembuangan limbah yang buruk dan menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Culex. Tikus, anjing, kucing, dan binatang lain yang mungkin adalah carrier (reservoir) bagi organisme penyebab penyakit tertarik pada makanan, pakaian, pembalut medis dan komponen lain sampah padat. Kumpulan air hujan yang sedikit pada sampah padat dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes (Wisner & Adams, 2002).
Hubungan antara sanitasi, suplai air, dan kesehatan secara langsung dipengaruhi oleh perilaku kebersihan. Aspek perilaku ini penting sekali dipertimbangkan saat memilih tehnik-tehnik yang ada sehingga fasilitas yang disediakan dalam darurat dapat diterima dan digunakan dan dipelihara kebersihannya oleh pengguna (Wisner & Adams, 2002).
Penyimpangan atau penampungan sampah hendaknya 1 tanki 100 L per 10 keluarga atau 50 orang. Untuk transportasi sampah dianjurkan 1 gerobak per 500 orang atau 1 tenaga pembuang sampah untuk 5000 orang. Sedangkan untuk pembuangan akhir sampah 1 lubang (2m x 5m dan dalam 2 m) dan 1 pembakaran digunakan untuk 500 orang (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi. Thn).
4.Sistem Pembuangan
Karena rusaknya sistem pembuangan limbah maka sangatlah potensial terjadi outbreak suatu penyakit. Dua jenis teknik yang dibutuhkan dalam situasi darurat ini. Pertama, mengoperasikan kembali sistem pembuangan limbah sesegera mungkin dan mendisinfeksi seluruh area dengan chlorine dimana buangan mungkin sudah kontak dengan material dan struktur yang berhubungan dengan manusia. Kedua, menyediakan privies sementara, toilet portable, dan holding tanks untuk individual selama dan setelah bencana (Wisner & Adams, 2002).
Jumlah kakus, sebagaimana dianjurkan PBB, adalah 1 kakus per keluarga. Namun apabila tidak memungkinkan bisa 1 kakus per 20 keluarga, bahkan 1 kakus per 100 orang (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi. Thn).
5. Penguburan Jasad
Sebelum dilakukan pemakaman maka sedapat mungkin semua jasad diidentifikasi dan dicatat hasilnya. Tingkat kematian saat bencana mungkin sekali lebih tinggi dibanding dalam keadaan normal. Penguburan jasad merupakan cara yang paling sederhana dan terbaik yang sejauh ini dapat diterima dan dimungkinkan.
Saat menangani jasad, pekerja harus melindungi dirinya dengan sarung tangan, penutup muka, sepatu lars dan baju kerja terusan. Sesudahnya pekerja harus membersihkan diri mereka sendiri dengan sabun dan air (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi. Thn).
6. Keamanan Makanan
Makanan kemungkinan akan sulit didapat pada keadaan darurat atau setelah bencana. Panen mungkin rusak di sawah, ternak tergenang, dan suplai makanan terganggu, dan penduduk terpaksa menyelamatkan diri ke area dimana tidak ada akses ke makanan. Lebih lanjut, keamanan semua makanan berakibat besarnya risiko epidemi foodborne disease (Wisner & Adams, 2002). Putusnya pelayanan vital, seperti suplai air atau listrik, juga sangat mempengaruhi keamanan pangan. Kekurangan air minum dan sanitasi yang aman menghambat penyiapan makanan secara higienis dan meningkatkan risiko kontaminasi makanan. Makanan khususnya rentan terhadap kontaminasi ketika disimpan dan disiapkan di luar atau di dalam rumah yang rusak dimana jendela dan dinding mungkin tidak lagi utuh (Wisner & Adams, 2002).
Menyusul terjadinya bencana, penilaian mengenai efek bencana pada kualitas dan keamanan makanan harus dibuat sebagai upaya untuk mengonttrol makanan. Besarnya dan jenis kerusakan makanan harus dinilai, dan sebuah keputusan dibuat mengenai pemisahan dan pengkondisian ulang makanan yang berhasil diselamatkan (Wisner & Adams, 2002).
Jika panen sawah terkontaminasi kotoran manusia, seperti setelah banjir atau kerusakan sistem pembuangan, penilaian harus dibuat segera untuk menilai kontaminasi panen dan menetapkan tindakan, seperti menunda panen dan memasak secara sepenuhnya, untuk mengurangi risiko transmisi patogen fekal (Wisner & Adams, 2002).
WHO (1991) menetapkan Aturan Baku Penyiapan Makanan Secara Aman sebagai berikut:
  1. Masak makanan mentah sampai benar-benar matang
  2. Makan makanan yang dimasak segera mungkin.
  3. Siapkan makanan hanya untuk sekali makan
  4. Hindari kontak antara makanan mentah dan makanan matang
  5. Pilih makanan yang diproses untuk keamanan
  6. Cuci tangan berulang-ulang
  7. Jaga semua penyiapan makanan tetap bersih
  8. Gunakan air bersih
  9. Waspada dengan makanan yang dibeli di luar.
  10. Berikan ASI pada bayi dan anak kecil.
Pada kondisi bencana biasanya didirikan banyak dapur umum. Penyiapan makanan secara massal mempunyai banyak kekurangan yang meliputi transmisi food borne disease. Karena itu penting bagi pengelola makanan dan supervisor untuk ditraining pengolahan makanan secara aman dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Adalah penting sekali bahwa tenaga masak dan sukarelawan yang menyiapkan makanan tidak menderita gejala berikut : jaundice (kuning) , diare, muntah, demam, sakit tenggorokan (dengan demam), luka kulit yang tampak terinfeksi (borok, luka, dan lain lain) atau ekskreta dari telinga, mata atau hidung (Wisner & Adams, 2002).
Fasilitas yang dibutuhkan untuk dapur umum antara lain : suplai air, toilet untuk staf dan pengguna, fasilitas cuci tangan, fasilitas untuk mengelola sampah cair dan padat, meja, fasilitas untuk mencuci peralatan dapur, bahan yang cukup dan sesuai untuk makan, kontrol terhadap rodent dan pes yang lain, serta informasi keamanan makanan (Wisner & Adams, 2002).
Makanan beku yang tidak dibekukan lagi sebaiknya dibuang. Makanan yang disimpan di lemari es yang disimpan di bawah 41° F dan belum terkontaminasi air sungai atau yang lain atau bahan yang potensial berbahaya dapat digunakan (Koren dan Bisesi , 2003)
7. Kontrol Pest dan Vektor
Selama situasi darurat dan periode sesudahnya, insekta dan rodent mungkin meningkat dengan kecepatan tinggi. Peluang penyebaran penyakit meningkat tajam. Karena sistem pembuangan rusak, rodent meninggalkan area ini dan mencari sumber makanan lain. Yang jelas, setelah bencana, sampah padat yang meliputi bahan-bahan yang bisa menjadi sumber makanan rodent berkumpul (Koren dan Bisesi , 2003).
Bahaya infeksi yang serius mungkin meningkat ketika migrasi massal membawa penduduk secara bersama-sama dari asal yang berbeda ke tempat penampungan sementara yang sudah ada vektor penyakitnya. Pada kondisi demikian, penduduk yang relatif carrier imun terhadap parasit dapat memulai siklus penyebaran penyakit pada penduduk yang lemah dan penduduk yang jadi korban tapi tidak kebal. Contoh outbreak penyakit yang diobservasi pada kondisi demikian meliputi malaria (oleh nyamuk Anopheles), epidemic typhus (oleh kutu), dan demam dengue (oleh nyamuk Aedes). Malaria adalah salah satu dari lima penyebab kematian pada situasi darurat, dan di area endemik kontrolnya mungkin menjadi salah satu prioritas kesehatan utama (Wisner & Adams, 2002).
Banjir dan hujan yang deras menimbulkan banyak genangan air yang berakibat meningkatnya jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk yang pada akhirnya dapat menyebabkan outbreak penyakit. Karena menghilangkan genangan air adalah sesuatu hal yang tidak mungkin maka perlu dilakukan program penyemprotan secara massal (Koren dan Bisesi , 2003)
Kontrol Penyakit Menular dan Pencegahan Kejadian Luar Biasa
Lima penyakit penyebab kematian terbanyak saat keadaan darurat dan bencana adalah diare, ISPA, measles, malnutrisi, dan malaria (pada daerah endemik). Kepadatan penduduk, sanitasi dan higiene yang buruk, air minum yang terkontaminasi, banyaknya tempat perkembangbiakan nyamuk merupakan faktor risiko lingkungan terjadinya beberapa penyakit tersebut (Wisner & Adams, 2002).
Training bagi petugas kesehatan sebelum bencana terjadi dalam mengidentifikasi dan menatalaksana penyakit tertentu, persiapan stok lokal bahan dan alat untuk diagnosis dan terapi penyakit yang mungkin terjadi, perbaikan sistem surveillans kesehatan, dan kesadaran penduduk yang terkena bencana terhadap penyakit menular, dan rujukan segera ke fasilitas kesehatan dapat meningkatkan kemampuan untuk mengontrol penyakit menular dan mencegah kejadian luar biasa (Wisner & Adams, 2002).
8. Partisipasi masyarakat
Pelibatan masyarakat (terutama korban bencana) penting untuk menurunkan kerentanan terhadap bencana, untuk memfasilitasi pemulihan setelah bencana, dan untuk menstimulasi organisasi masyarakat yang merupakan basis untuk pembangunan berkelanjutan. Masyarakat hendaknya didorong untuk ambil bagian dalam mengidentifikasi hazard yang mereka hadapi, dalam menilai kerentanan mereka sendiri, dan dalam merencanakan jalan untuk meningkatkan kesiapan mereka dalam bencana (Wisner & Adams, 2002).
Masyarakat pada umumnya lebih mengenal situasi dan kondisi lingkungan setempat, mengetahui bagaimana perilaku dan kebiasaan, serta kebutuhan masyarakat setempat korban bencana. Dengan melibatkan masyarakat setempat maka program penanggulangan bencana yang ada akan lebih tepat sasaran, efektif, dan efisien.
Terdapat empat mitos tentang bencana, yaitu :
1. tenaga medis sukarela luar negeri dari berbagai latarbelakang diperlukan
2. epidemi dan wabah tidak dapat dihindari setelah terjadi bencana
3. bencana adalah pembunuhan secara acak, dan
4. segala sesuatu kembali normal setelah beberapa minggu.
Buatlah suatu uraian mengenai keempat hal tersebut pada kenyataannya
  • Tenaga medis sukarela luar negeri dari berbagai latarbelakang diperlukan
Mitos dibutuhkan sukarelawan tenaga kesehatan dengan spesialis apapun kenyataannya penduduk hampir selalu melakukan penyelamatan segera. Hanya keterampilan yang tidak ada di tempat bencana yang diperlukan. Hanya sedikit korban yang selamat berkat pertolongan dari luar daerah. (masyarakat setempat hampir selalu dapat memenuhi usaha pertolongan pertama. Tenaga yang dibutuhkan hanya personel medis trampil yang tidak tersedia di negara tempat bencana terjadi)
  • epidemi dan wabah tidak dapat dihindari setelah terjadi bencana
Betul, karena akan banyak timbul wabah penyakit yang diakibatkan oleh bencana baik itu bencana banjir, longsor, gempa dan lain-lain. Epidemiologi untuk engetahui:
Masalah prioritas di antara masyarakat yang menjadi korban Penyebaran penyakit-penyakit , Faktor-faktor risiko khusus, Prioritas intervensi kesehatan, Luas kerusakan dan kapasitas, sarana/prasarana local, Memantau trend kesehatan dan Menilai dampak program pertolongan dengan
Tantangan menghadapi situasi khusus akibat
1. Kerusakan fisik
2. Ketakutan dan kecemasan masyarakat
3. Kekacauan sosial
4. tidak ada infrastruktur pengumpulan data
5. Waktu mendesak
6. Perpindahan penduduk
7. Kurangnya dukungan sarana dan keahlian di tempat bencana
• bencana adalah pembunuhan secara acak
Adakah sesuatu yang lain terjadi, ketika ramai-ramai berbicara bencana gempa dengan prediksi ilmiah kota padang, yang muncul malah banjir bandang dan longsor, berbicara kehutanan, muncul bencana flu burung di pembantu bupati, berbicara penyakit, muncul pesawat jatuh. Lingkaran bencana di indonesia bisa menjadi siklus yang tidak pernah berhenti (kisah tentang bencana yang beruntun yang pernah terjadi dalam sejarah)
Kecelakaan besar (bus wisata di probolinggo) -> Longsor pacet-> Longsor Bahorok -> Kelaparan NTT -> Penyakit DB-> Gempa Timika-> Gempa Tsunami-> Pesawat/helikopter saling jatuh-> Penyakit baru (fluburung)-> Penyakit DB dan lumpuh layu-> Kelaparan yakuhimo-> Longor jember-> Longsor banjarnegara, kereta api saling tubrukan bahkan dikemudikan orang gila, pesawat tergelincir, longsor di trenggalek, di cipatat bandung ini merupakan bencana secara acak yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah banyak atau bisa disebut pembunuhan secara acak
  • Segala sesuatu kembali normal setelah beberapa minggu.
Reaksi terjadi dalam hari sampai minggu setelah bencana
  1. Ketakutan, waspada, siaga berlebihan
  2. Mudah tersinggung, marah, tidak bisa tidur
  3. Khawatir, sangat sedih
  4. Flashbacks berulang (ingatan terhadap peristiwa yang selalu datang berulang dalam pikiran)
  5. Menangis, rasa bersalah
  6. Kesedihan
  7. Reaksi positif termasuk pikiran terhadap masa depan
  8. Menerima bencana sebagai suatu Takdir Semua itu adalah reaksi alamiah Dan hanya
  9. membutuhkan intervensi psikososial. Setelah semua fase terlewati semuanya kembali normal karena semuanya mampu menerma hal tersebut sebagai takdir yang diterima secara ikhlas.
4. KESIMPULAN
Bencana terjadi bisa akibat ulah manusia dan kejadian alam, bisa dianalogikan bumi yang terus berputar dalam usia yang sudah renta memerlukan istirahat pada saat bumi ingin istirahat terjadi pergeseran, retakan lempeng bumi sehingga menimbulkan bencana gempa bumi, gunung meletus dan ulah manusia menimbulkan banjir, longsor karena hutan gundul, kebakaran hutan karena adanya pembalakan hutan secara liar dan rakus tanpa memikirkan akibatnya. Setiap bencana bisa menimbulkan penyakit, trauma, kerusakan ekonomi, lingkungan dan psikososial. Untuk menanggulangan tersebut diperlukan langkah-langkah penanggulangan yang optimal seperti yang telah diungkapkan dalam tulisan ini. Mitos adalah hal yang belum terbukti bisa dikatakan mitos adalah empiris menurut filsafat yang sesuatu yang dibicarakan oleh masyarakat menjadi fenomena yang belum jelas kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Sidang asean menghadapi kasus asap Tersedia dari http://ir-2007-umy.blogspot.com
  2. Surveilans epidemiologi Tersedia dari http://bidan kita.com
  3. Immunization Tersedia dari http://cart.nap.edu
  4. Waspadai enam penyakit akibat asap tersedia dari http://djemarijal.blogspot.com
  5. Waspadai enam penyakit akibat asap tersedia dari http://ads.Masbuchin.com
  6. Waspadai enam penyakit akibat asap tersedia dari http://cat.nap.edu
  7. Leptospirosis tersedia dari http://www.litbang.defkes.go.id
  8. Leptospirosis tersedia dari http://id.wikipedia.org
  9. Malaria tersedia dari http://id.wikipedia.org
  10. Cikungunya tersedia dari http://id.wikipedia.org
  11. Alphavirus http://id.wikipedia.org
  12. Apa leptospirosis http://id.wikipedia.org
  13. Togaviridae tersedia dari http://id.wikipedia.org
  14. Tetanus tersedia dari http://id.wikipedia.org
  15. Klasifikasi virus & action tersedia dari http://id.wikipedia.org
  16. Aedes aegypti. http://id.wikipedia.org
  17. Malaria pusat nformasi penyakit informasi http:mikrobia.worpress.com
  18. Virus dan penyakit cikungunya tersedia dari http://mikrobia .wordpress.com.
  19. kenali penyakit pasca banjir http://liliswijaya.wordpress.com
  20. Mengembangkan Sistem Informasi Bencana Alam tersedia dari http://cetak.kompas.com
  21. Bencana Alam INFO KESEHATAN tersedia dari http://lempu-org.co
  22. http://www.tempointeraktif.com
  23. Pendekatan psikologi bencana tersedia dari http://tanya dokteranda.com
  24. Masalah kesehatan akibat bencana alam di beberapa kabupaten http://kesbandungkab-go.id
  25. Sugianto ginting. Awan vertical. http://www.hrcentro.com
  26. Dibutuhkan kesiapsiagaan bencana alam. Tersedia dari Pikiran rakyat oline. 24-11-2009.
  27. Lab pencerahan. Mitos bencana. 4 oktober 2009
  28. Hari kusnanto. Epidemiologi bencana.http://www.desentralisasi-kesehatan net.
  29. Pedoman teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana tersedia dari www.ppk-depkes-org.
  30. Harun yahya. Bencana kemanusiaan akibat darwinisme tersedia dari http://ponpesafitrahap.files.wordpress.com
  31. Kapan lagi mau peduli tersedia dari cibermed/cbn.net/cbrh

No comments:

Post a Comment

Cari Skripsi, Artikel, Makalah, Anti Virus

Custom Search